Suatu perjanjian berlaku dan mengikat bagi para pihak yang membuatnya apabila memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, sebagai mana tercantum dalam ketentuan pasal 1320 KUH Perdata, yang berbunyi : Untuk sahnya suatu perjanjian diharapkan empat syarat :

Ketentuan pasal 1321 KUH Perdata tersebut menegaskan bahwa kesepakatan yang mengandung cacat lantaran kekhilafan/kesesatan, bukanlah merupakan kesepakatan yang sah (van geene waarde) atau dengan kata lain, kesepakatan tersebut menjadi tidak berharga. Hal tersebut berarti bahwa dalam hal adanya kekhilafan, paksaan, dan penipuan tidak lahir suatu perjanjian. Mengenai hal tersebut, diperkuat juga dengan ketentuan-ketentuan dalam :

- sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
- kecakapan untuk menciptakan suatu perikatan.
- suatu hal tertentu.
- suatu lantaran yang halal.
Selamjutnya ketentuan pasal 1321 KUH Perdata, menyebutkan bahwa :
- Tiada setuju yang sah apabila setuju itu diberikan lantaran kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.
Ketentuan pasal 1321 KUH Perdata tersebut menegaskan bahwa kesepakatan yang mengandung cacat lantaran kekhilafan/kesesatan, bukanlah merupakan kesepakatan yang sah (van geene waarde) atau dengan kata lain, kesepakatan tersebut menjadi tidak berharga. Hal tersebut berarti bahwa dalam hal adanya kekhilafan, paksaan, dan penipuan tidak lahir suatu perjanjian. Mengenai hal tersebut, diperkuat juga dengan ketentuan-ketentuan dalam :
1. Pasal 1322 KUH Perdata, yang berbunyi :
- Kekhilafan tidak menjadikan batalnya suatu perjanjian selain apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakekat barang yang menjadi pokok perjanjian.
- Kekhilafan itu tidak menjadi lantaran kebatalan, kalau kekhilafan itu hanya terjadi mengenai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud menciptakan suatu perjanjian, kecuali kalau perjanjian itu telah dibentuk terutama lantaran mengingat dirinya orang tersebut.
- Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang menciptakan suatu perjanjian, merupakan alasan untuk batalnya perjanjian, juga apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga, untuk kepentingan siapa perjanjian tersebut tidak telah dibuat.
- Paksaan menjadikan batalnya suatu perjanjian tidak saja apabila dilakukan terhadap salah satu pihak yang menciptakan perjanjian, tetapi juga apabila paksaan itu dilakukan terhadap suami atau isteri atau sanak keluarga dalam garis ke atas maupun ke bawah.
Kekhilafan, paksaan, dan penipuan yang terjadi dalam menciptakan perjanjian, akan menjadikan perjanjian yang dibentuk tersebut sanggup dimintakan pembatalan atau mengakibatkan alasan untuk penghapusan (vernietigbaarheid)., dan tidak batal demi hukum. Tegasnya bahwa suatu kekhilafan, paksaan, dan penipuan hanya menjadikan perjanjian yang bersangkutan sanggup dibatalkan, perjanjian yang bersangkutan tetap merupakan perjanjian yang mengikat kedua belah pihak, sama menyerupai perjanjian-perjanjian yang sah, selama perjanjian tersebut belum dibatalkan.
Hal mengenai penghapusan atau sanggup dituntutnya penghapusan perjanjian akhir adanya kekhilafan atau kesesatan, paksaan, dan penipuan secara tegas dinyatakan dalam :
1. Pasal 1327 KUH Perdata yang berbunyi :
1. Pasal 1327 KUH Perdata yang berbunyi :
- Pembatalan sesuatu perjanjian menurut paksaan tak lagi sanggup dituntutnya, apabila sehabis paksaan berhenti, perjanjian tersebut dikuatkan, baik secara dinyatakan denga tegas, maupun secara belakang layar atau apabila seorang melampaukan waktu yang ditentukan oleh undang-undang untuk dipulihkan seluruhnya.
- Penipuan merupakan suatu alasan untuk penghapusan perjanjian, apabila tipu muslihat, yang digunakan oleh salah satu pihak, yaitu sedemikian rupa sampai jelas dan faktual bahwa pihak yang lain tidak telah menciptakan perikatan itu kalau tidak dilakukan tipu kebijaksanaan bulus tersebut.
- Penipuan tidak dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan.
- Karena itu orang-orang yang di dalam pasal yang kemudian dinyatakan tidak cakap, boleh menuntut penghapusan perikatan-perikatan yang mereka telah perbuat, dalam hal-hal dimana kekuasaan itu tidak dikecualikan oleh undang-undang.
- Orang-orang yang cakap untuk mengikatkan diri tidak sekali-kali diperkenankan mengemukakan ketidakcakapan orang-orang yang belum dewasa, orang-orang yang ditarus di bawah pengampuan dan perempuan-perempuan yang bersuami dengan siapa mereka telah menciptakan suatu perjanjian.
Dalam pasal-pasal tersebut digunakan kata-kata penghapusan dan menuntut penghapusan yang semuanya memperlihatkan arti memperlihatkan bahwa perjanjian tersebut tidak batal demi hukum, tetapi hanya mengakibatkan alasan untuk pembatalan.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa, perjanjian yang lahir, yang mengandung unsur kekhilafan, tidak menjadikan perjanjian tersebut batal demi hukum, tetapi hanya mengakibatkan hak pada pihak yang merasa dirinya melaksanakan kekhilafan untuk menuntut pembatalan dari perjanjian yang dibuatnya tersebut.
Semoga bermanfaat.
0 Response to "Akibat Dari Adanya Kekhilafan/Kesesatan (Dwaling)"
Post a Comment