Kekhilafan Atau Kesesatan/Kekeliruan (Dwaling)

Perjanjian lahir apabila terjadi pertemuan kehendak antara kedua belah pihak. Kehendak haruslah murni, bebas, dan dinyatakan dalam suasana yang bebas pula. Akan timbul duduk kasus bila ada cacat pada kehendak dan/atau pernyataan kehendak. Jadi, kekhilafan terjadi apabila kehendak seseorang pada dikala menciptakan perjanjian dipengaruhi oleh kesan atau pandangan yang tidak benar (palsu).

Kekhilafan sanggup terjadi mengenai :
  1. Hal-hal pokok dari apa yang diperjanjian.
  2. Sifat-sifat penting dari barang yang menjadi obyek perjanjian.
  3. Orang, dengan siapa diadakannya perjanjian. 
Apabila perjanjian yang dibentuk beralaskan kekhilafan, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), akan melahirkan hak untuk menuntut peniadaan suatu perjanjian.

Pembatalan berdasarkan kekhilafan hanya mungkin dalam dua hal, yaitu :

  1. Apabila kekhilafan terjadi mengenai hakekat barang yang menjadi pokok perjanjian. Hakekat barang yaitu sifat-sifat atau ciri-ciri dari barang yang mengakibatkan para pihak menciptakan suatu perjanjian.
  2. Apabila kehilafan terjadi diri pihak lawan dalam perjanjian yang dibuat.


Untuk menuntut ayau menggugat berdasarkan kekhilafan (dwaling) harus dipenuhi dua syarat, yaitu :

  1. pihak lawan mengetahui atau seharusnya mengetahui, bahwa ia melaksanakan perbuatan tersebut berdasarkan ciri-ciri dan keadaan yang keliru.
  2. pihak yang melaksanakan kehilafan selayaknya sanggup dan boleh menciptakan kekeliruan itu.


Von Savigny membedakan kekhilafan (dwaling) menjadi dua kelompok yang memiliki akhir aturan yang berbeda-beda, yaitu :
  • Kekhilafan Semu (Oneigelijke Dwaling). Ciri-ciri paling peting dari kekhilafan semu yaitu bahwa kehendak dan pernyataan kehendak tidak sama. Kekhilafan semu terjadi  pada orang yang dipaksa untuk menandatangani suatu perjanjian. Pada kasus ibarat tersebut tidak lahir suatu perjanjian, alasannya yaitu pada orang yang dipaksa untuk menandatangani perjanjian tidak sanggup dikatakan memiliki kehendak. 
  • Kekhilafan Sebenarnya (Eigelijke Dwaling). Ciri-ciri paling penting dari kekhilafan bekerjsama yaitu antara kehendak dan pernyataan sama/sesuai,  hanya saja kehendak tersebut terpengaruh/dipengaruhi oleh keadaan yang tidak benar. Dalam keadaan ibarat ini lahir suatu perjanjian, dan perjanjian tersebut lahir alasannya yaitu adanya kekhilafan tersebut.
Disamping dua hal tersebut, dikenal juga adanya kesesatan dalam motif. Yang dimaksud dengan motif adalah faktor yang pertama-tama yang mengakibatkan adanya kehendak. Hal ini sanggup terjadi alasannya yaitu kehendaknya muncul atas dasar motif yang keliru.

Pasal 1320 KUH Perdata mensyaratkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian, di antaranya harus ada kata setuju antara kedua belah pihak. Dalam hal insiden kekhilafan, memang ada kehendak dan ada pernyataan yang didasarkan atas dan akhirnya sama dengan kehendaknya. Dalam hal ada kekhilafan, maka salah satu atau para pihak memiliki citra yang keliru atas obyek atau subyek lawan perjanjian. Karenanya dalam kasus kekhilafan, perjanjian memang telah lahir, hanya masalahnya yaitu orang merasakannya sebagai tidak adil, kalau orang yang khilaf harus terikat penuh, tanpa ia sanggup melepaskan diri lagi dari keterikatannya. Dalam hal ini dianggap bahwa kesepakatannya diberikan dalam suasana yang tidak masuk akal atau tidak normal.

Semoga bermanfaat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kekhilafan Atau Kesesatan/Kekeliruan (Dwaling)"

Post a Comment