Maulana Ishaq termasuk anggota dari Walisongo periode pertama, dia berasal dari Samarkand, yaitu satu kawasan bersahabat Bukhara, Rusia Selatan, termasuk wilayah Asia Tengah. Selain sebagai ulama yang mendalam ilmu agamanya, Maulana Ishaq juga jago dalam bidang pengobatan. Dalam perjalanan dakwahnya, sesudah merasa cukup berdakwah di Jawa Timur, dia melanjutkan dakwahnya ke Singapura, dan terakhir ke Pasai hingga jadinya dia wafat.
Ada beberapa versi dongeng yang mengisahkan ihwal Maulana Ishaq, di antaranya ialah :
Dikisahkan pada waktu itu Kerajaan Blambangan yang diperintah oleh Prabu Menak Sembuyu, sedang dilanda wabah penyakit. Prabu Menak Sembuyu ialah salah satu petera raja Majapahit. Wabah penyakit tersebut sudah meluas ke sebagian besar kerajaan, hingga putri sang pabu yang berjulukan Dewi Sekardadu pun juga ikut terjangkit penyakit tersebut. Karena penyakit yang diderita oleh putrinya tersebut tidak segera sembuh, maka sang prabu mengadakan sayembara, barang siapa yang sanggup menyembuhkan putrinya, kalau wanita akan diakui sebagai saudara kandung, dan kalau pria akan dijodohkan dengan sang putri.
Banyak pemuda, ksatria, dan tabib yang mengikuti sayembara tersebut, tapi penyakit sang putri tidak juga kunjung sembuh. Akhirnya tiba seorang Brahmana dari Blambangan yang berjulukan Resi Khandhabaya menghadap prabu dan menyampaikan bahwa di atas sebuah gunung bersahabat kota Gresik ada seorang pertapa sakti yang bisa menyembuhkan penyakit Dewi Sekardadu. Dari nasehat brahmana tersebut, sang prabu mengutus patihnya yang berjulukan Bajul Sengoro untuk pergi ke Gresik dan minta derma sang pertapa untuk tiba ke Blambangan. Pertapa sakti yang dimaksud tersebut ialah Maulana Ishaq, yang sebenarnay ialah penyebar agama Islam. Permintaan dari Bajul Sengoro, disanggupi oleh Maulana Ishaq, Beliau meminta kepada Bajul Sengoro untuk pulang terlebih dahulu, sedangkan Maulana Ishaq akan menyusul kemudian.
Dengan keahliannya dalam ilmu pengobatan, jadinya Maulana Ishaq berhasil menyembuhkan penyakit putri Dewi Sekardadu. Bahkan Maulana Ishaq juga berhasil menyembuhkan penyakit yang diderita oleh masyarakat Kerajaan Blambangan. Sebagaimana sayembara yang telah diumumkan oleh Prabu Menak Sembuyu, maka Maulana Ishaq pun dinikahkan dengan puteri Dewi Sembuyu.
Setelah pernikahannya dengan putri Dewi Sekardadu tersebut, Maulana Iskaq dan isterinya tinggal di sebuah rumah bersahabat dengan istana. Beliau juga membangun sebuah pesantren. Karena keahliannya dalam pengobatan, hampir setiap hari banyak masyarakat Blambangan yang tiba untuk berobat. Maulana Ishaq dengan bahagia hati mengobati penyakit yang diderita oleh orang yang tiba kepadanya, sambil mengajarkan agama Islam. Dalam waktu singkat banyak masyarakat Blambangan yang memeluk anutan Islam. Hanya saja, Prabu Menak Sembuyu dan Patih Bajul sengoro tidak bahagia dengan hal tersebut, alasannya ialah anutan Islam sangat bertentangan dengan anutan agama Hindu yang dianut oleh sang prabu, patihnya, serta rakyat Blambangan.
Prabu Menak Sembuyu lantas memerintahkan kepada Patih Bajul Sengoro untuk membawa prajurit dan menyerang Maulana Ishaq. Pada dikala diserang tersebut, Maulana Ishaq tidak melawan. Beliau mendatangi Patih Bajul Sengoro kemudian menyampaikan bahwa ia bersedia pergi dari Blambangan, asalkan tidak dilakukan kekerasan terhadap masyarakat yang sudah memeluk agama Islam. Permintaan dari Maulana Ishaq tersebut disetujui oleh Patih Bajul Sengoro.
Mengetahui Maulana ishaq akan meninggalkan Blambangan, para muridnya kemudian menemuinya, mereka menanyakan nasibnya sesudah ditinggalkan oleh Maulana Ishaq, padahal pengetahuannya ihwal agama Islam belumlah seberapa. Mendengan keluhan dari para muridnya tersebut, Maulana Ishaq menyampaikan bahwa kini isterinya sedang hamil, kelak di kemudian hari orang-orang Islam di Blambangan akan dibimbing oleh anaknya yang masih di dalam kandungan Dewi Sekardadu. Mendengar balasan dari Maulana Ishaq, mereka sudah merasa puas, tanpa bertanya dari mana anaknya yang belum lahir tersebut nantinya memperoleh ilmu agama Islam. Setelah berpamitan dengan isterinya, Maulana Ishaq segera meninggalkan Blambangan kembali ke pertapaannya di bersahabat Gresik.
Setelah melewati masa-masa kehamilan, jadinya Dewi Sekardadu melahirkan seorang bayi laki-laki. Patih Bajul Sengoro yang mengetahui bahwa anak tersebut nantinya akan menggantikan Maulana Ishaq dalam membuatkan agama Islam di Blambangan, menghasut Prabu Menak Sembuyu untuk menyingkirkan bayi yang gres dilahirkan oleh Dewi Sekardadu. Prabu Menak Sembuyu terpengaruhi oleh hasutan Patih Bajul Sengoro, bayi tersebut kemudian diletakkan di peti kayu dan selanjutnya dihanyutkan ke laut. Setelah terombang-ambing oleh ombak laut, jadinya bayi tersebut ditemukan oleh rombongan pedagang dari Gresik yang dipimpin oleh Abu Hurairoh. Selanjutnya bayi tersebut diserahkan kepada juragannya, seorang janda kaya raya yang berjulukan Nyai Ageng Pinateh, yang kebetulan ia tidak memiliki seorang anak. Oleh Nyai Ageng Pinateh, bayi tersebut diberi nama Joko Samudra, dan dipelihara ibarat anaknya sendiri. Kelak sesudah remaja Joko Samudra populer dengan nama Raden Paku atau Sunan Giri.
Kisah lain ihwal Maulana Ishaq berdasarkan Babad tanah Jawi ialah bahwa anak raja Blambangan tersebut berjulukan Dewi Kasiyan, sedang rajanya tidak disebutkan namanya. Setelah Dewi Kasiyan hamil 7 bulan, Maulana Ishaq meninggalkannya alasannya ialah ingin melanjutkan tujuan membuatkan agama Islam, bukan alasannya ialah disuruh pergi oleh raja Blambangan.
Pada waktu melahirkan bayinya, Dewi Kasiyan meninggal dunia. Sejak itulah pagebluk (wabah penyakit) terjadi lagi. Raja dan kerabatnya menganggap bahwa kelahiran bayi tersebut yang menjadikan munculnya wabah penyakit di kerajaan Blambangan. Oleh alasannya ialah itu, bayi tersebut dibuang ke laut, yang kemudian ditemukan oleh Abu Hurairoh, seorang nahkoda kapal dagang milik saudagar kaya yang berjulukan Nyai Ageng Pinateh dari Tandhes.
0 Response to "Maulana Ishaq"
Post a Comment