Hal sepele yang tidak pernah dijawab dengan tuntas ketika membahas studi sastra yaitu pertanyaan apakah sastra itu, apakah yang bukan sastra, dan apakah sifat-sifat sastra ?
Batasan-batasan dalam mendefinisikan sastra yaitu :
- Segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Menurut teori Greenlaw dan praktek banyak ilmuwan lain, studi sastra bukan hanya berkaitan dekat tapi identik dengan sejarah kebudayaan. Namun, studi yang yang berkaitan dengan sejarah kebudayaan cenderung menggeser studi sastra yang murni. Karena dalam studi kebudayaan, semua perbedaan dalam teks sastra diabaikan. Kriteria-kriteria luar masuk dalam wilayah sastra, kesannya sastra akan dinilai berharga sejauh bermanfaat bagi disiplin lain. Menyamakan sastra dengan sejarah kebudayaan berarti menolak studi sastra sebagai bidang ilmu dengan metode-metode sendiri.
- Membatasinya pada mahakarya (great books). Yaitu buku-buku yang dianggap menonjol sebab bentuk dan lisan sastranya. Dalam hal ini, kriteria yang digunakan yaitu segi estetis atau nilai estetis dikombinasikan dengan nilai ilmiah. Di antara karya sastra, ibarat puisi, drama, dan kisah rekaan, mahakarya dipilih menurut pertimbangan estetis. Sementara buku-buku yang lain dipilih sebab reputasinya atau kecemerlangan ilmiahnya, ditambah evaluasi estetis atas gaya bahasa, komposisi, dan kekuatan penyampaian. Hal ini merupakan cara yang lazim digunakan dalam berbicara wacana sastra.
Untuk tujuan-tujuan pendidikan, studi mahakarya sastra memang sangat dianjurkan. Tetapi untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan sejarah, prinsip tersebut sulit untuk dipertahankan.Khususnya untuk sejarah sastra, sebab pembatasan pada mahakarya akan mengaburkan kontinuitas tradisi, perkembangan genre sastra, serta proses-proses kesusasteraan. Dengan menerapkan batasan tersebut, latar belakang sosial, linguistik, ideologi, dan pengaruh-pengaruh keadaan lain menjadi tidak berarti.
Cara paling gampang untuk mendefinisikan apa itu sastra adalah dengan memerinci penggunaan bahasa yang khas sastra. Bahasa yaitu materi baku kesusastraan. Untuk melihat penggunaan bahasa yang khas sastra, kita harus membedakan bahasa sastra, bahasa sehari-hari, dan bahasa ilmiah. Masalah ini penting, tapi memang sulit dipecahkan, sebab sastra berbeda dengan seni lain. Sastra tidak mempunyai mediumnya sendiri. Ditambah lagi sastra mengenal banyak sekali bentuk dan selalu mengalami perubahan.
1. Perbedaan antara bahasa sastra dengan bahasa ilmiah.
Dibandingkan dengan bahasa ilmiah, bahasa sastra penuh ambiguitas dan homonim, yaitu kata-kata yang sama bunyinya tapi berbeda artinya, serta mempunyai kategori-kategori yang tidak beraturan dan tidak rasional. Bahasa sastra juga penuh dengan asosiasi, mengacu pada ungkapan atau karya yang diciptakan sebelumnya. Atau dengan kata lain, bahasa sastra sifatnya sangat konotatif.
Bahasa sastra bukan sekedar bahasa referential, yang mengacu pada satu hal tertentu. Bahasa sastra mempunyai fungsi ekspresif, menawarkan nada (tone) dan perilaku pembicara atau penulisnya. Bahasa sastra berusaha mempengaruhi, membujuk, dan pada akhirnya mengubah perilaku pembaca. Yang dipentingkan dalam dalam bahasa sastra yaitu tanda, simbolisme bunyi dari kata-kata. Berbagai macam teknik diciptakan, ibarat aliterasi dan pola suara, untuk menarik perhatian pembaca kepada kata-kata dalam karya sastra. Bahasa sastra berkaitan lebih mendalam dengan struktur historis bahasa, serta menekankan kesadaran atas tanda. Bahasa sastra mempunyai segi ekspresif dan pragmatis. 2. Perbedaan antara bahasa sastra dengan bahasa sehari-hari.
Sulit membedakan antara bahasa sastra dengan bahasa sehari-hari. Bahasa sehari-hari bukanlah suatu konsep yang beragam. Apa yang sudah disebutkan sebagai ciri bahasa sastra tersebut, juga terlihat dalam penggunaan bahasa lainnya. Bahasa sehari-hari juga mempunyai fungsi ekspresif, penuh konsep yang irasional, dan mengalami perubahan konteks sesuai dengan perkembangan sejarah bahasa, walau adakalanya bahasa sehari-hari mengusahakan ketepatan ibarat bahasa ilmiah.
Dalam karya sastra, sarana-sarana bahasa dimanfaatkan secara lebih sistematis dan dengan sengaja. Misalnya, ada tipe-tipe puisi tertentu yang dengan sengaja menggunakan paradoks, ambiguitas, pergeseran arti secara kontekstual, asosiasi irasional dengan menggunakan kategori tata bahasa ibarat gender dan tense.
Bagaimanapun juga, setiap karya sastra menciptakan suatu keteraturan, menyusun, dan memberi kesatuan pada pada materi bakunya. Kesatuan ini kadang sangat longgar, tetapi terkadang meningkat rumit dan sangat beraturan.
Sifat-sifat khas sastra muncul paling terang jikalau dilihat dari aspek referensial-nya. Sebagai contoh, konsepsi mengenai sastra menurut faktor fiksionalitas, ciptaan, dan imajinasi bersifat deskriptif, tidak evaluatif.
Perbedaan antara sastra dan non sastra, sebetulnya merupakan pengulangan dari istilah-istilah estetika yang sudah ada semenjak jaman dulu, ibarat kesatuan dalam keragaman (unity in variety), kontemplasi obyektif (disinterested contemplation), distansi estetis (aesthetic distance), penciptaan kerangka seni, ciptaan, imajinasi, dan kreasi. Setiap istilah mengacu pada salah satu aspek karya sastra, yang merupakan satu sifat khas dari kecenderungan sistematis karya sastra.
Semoga bermanfaat.
0 Response to "Sifat-Sifat Sastra"
Post a Comment