Abdul Muis, dilahirkan di Sungai Puar, Sumatera Barat, pada tanggal 3 Juli 1883. Abdul Muis sempat berguru di STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) Jakarta selama tiga setengah tahun. Tapi lantaran sakit yang dideritanya, ia tidak sempat menamatkan sekolahnya di STOVIA. Meskipun begitu, Abdul Muis mempunyai kemampuan berbahasa Belanda dengan baik. Itu sebabnya ia sempat diangkat oleh Direktur Pendidikan (Directeur Onderwijs) pada waktu itu sebagai kierk.
Selain itu, Abdul Muis sempat juga mencoba beberapa bidang pekerjaan, ia pernah bekerja di bidang sastra, jurnalistik, dan politik. Sebagai seorang jurnalis, Abdul Muis sempat diangkat sebagai anggota dewan redaksi Majalah Bintang Hindia pada tahun 1905. Dari hari ke hari kemampuan menulisnya semakin berkembang. Abdul Muis mulai bergabung dengan beberapa surat kabar Indonesia waktu itu. Selama menjadi seorang jurnalis, Abdul Muis pernah bekerja di beberapa surat kabar, diantaranya De Preanger Bode sebuah surat kabar Belanda yang terbit di Bandung, Harian Kaum Muda milik Partai Serikat Islam, Majalah Neraca pimpinan Haji Agus Salim, dan Harian De Express pimpinan Danu Dirja Setiabudi. Di Harian De Express inilah jiwa nasionalis Abdul Muis semakin tumbuh berkembang. Tulisan-tulisannya banyak mengecam orang Belanda lantaran mereka menghina rakyat Indonesia.
Sebagai politikus, Partai Serikat Islam (SI) merupakan partai politik pertama di mana Abdul Muis bergabung. Ia mempunyai kiprah yang perting di Serikat Islam. Dalam Kongres Serikat Islam tahun 1916 di Bandung, Abdul Muis menegaskan perlunya pendidikan dan pengajaran bagi rakyat. Abdul Muis juga dipercaya untuk memimpin harian Kaum Muda, salah satu surat kabar milik Serikat Islam yang terbit di Bandung.
Dalam melaksanakan perjuangannya dalam melawan pemerintah kolonial Belanda, Abdul Muis lebih menentukan jalur diplomasi. Beberapa hal penting yang telah dilakukan Abdul Muis dalam melawan pemerintah kolonial Belanda, di antaranya yaitu sebagai berikut :
- Membentuk Komite Bumiputra untuk mengadakan perlawanan kepada Belanda. Komite Bumiputra menentang diadakannya perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda secara besar-besaran. Komite Bumiputra juga mendesak Ratu Belanda semoga menunjukkan kebebasan bagi bangsa Indonesia dalam berpolitik dan bernegara.
- Membentuk Komite Indie Weerbaar. Komite ini bertugas untuk menjaga ketahanan Indonesia dengan diadakannya wajib militer. Pada tahun 1917, Abdul Muis diutus ke Belanda untuk memperjuangkan impian Komite Indie Weerbaar tersebut, tetapi gagal. Meskipun demikian, usahanya tersebut tidaklah sia-sia. Abdul Muis berhasil mendapat ijin untuk mendirikan Technische Hogeschool di Bandung, yang selanjutnya sehabis Indonesia merdeka sekolah ini lebih dikenal dengan nama Institut Teknologi Bandung (ITB). Gagalnya rencana Indie Weerbaar untuk mengadakan wajib militer tidak menciptakan Abdul Muis patah semangat. Pada tahun 1922, Abdul Muis memimpin pemogokan kaum buruh secara besar-besaran di Yogyakarta.
Akibat dari perlawanan yang dilakukannya tersebut, Abdul Muis beberapa kali ditangkap dan diperjarakan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Abdul Muis populer dengan sikapnya yang tegas dan disiplin yang tinggi. Selama bergabung dengan Serikat Islam, ia telah banyak mengeluarkan anggota Serikat Islam yang berpaham komunis. Hal ini dilakukannya sehabis ia mengetahui ada beberapa anggota Serikat Islam yang merangkap menjadi anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka menamakan dirinya Serikat Islam Merah. Pada bulan Pebruari 1923, Abdul Muis berhasil membersihkan Partai Serikat Islam dan dengan tegas menolak pedoman dan imbas komunis.
Setelah Indonesia merdeka, Abdul Muis mendirikan Persatuan Perjuangan Priangan yang bertujuan untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Pada tanggal 27 Juni 1959, Abdul Muis wafat dan dimakamkan di Bandung. Meskipun begitu aktual kiprah Abdul Muis dalam melawan pemerintahan kolonial Belanda, tapi selama hidupnya Abdul Muis lebih dikenal sebagai seorang sastrawan daripada seorang politikus. Karya sastra karangan Abdul Muis yang terkenal, salah satunya yaitu bukunya yang berjudul Salah Asuhan.
Atas jasa-jasanya dalam perjuangannya melawan perintah kolonial Belanda, pemerintah Republik Indonesia, melalui Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno, menunjukkan penghargaan kepada Abdul Muis sebagai Pahlawan Nasional. Gelar sebagai Pahlawan Nasional ini ditetapkan menurut Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor : 218/1959, tanggal 30 Agustus 1959.
Semoga bermanfaat.
0 Response to "Abdul Muis, Sastrawan Indonesia"
Post a Comment