Di dalam acara kesusasteraan selalu terdapat seperangkat aturan, konvensi-konvensi, atau kode-kode, yang memilih sejauh mana suatu obyek, ekspresi verbal tertentu sanggup dianggap sebagai karya kesusasteraan pada umumnya atau sebagai karya yang baik atau yang buruk.
Aturan-aturan, konvensi-konvensi, atau kode-kode tersebut setidaknya memiliki empat kemungkinan korelasi dengan struktur sosial yang di dalamnya karya sastra yang bersangkutan muncul. Keempat kemungkinan korelasi tersebut yaitu sebagai berikut :
1. Hubungan Kelembagaan.
Dalam korelasi ini aturan-aturan, konvensi, atau kode-kode kesusasteraan sanggup dianggap sebagai suatu forum sosial yang sudah mapan, satu teladan sikap yang kemapanannya telah diterima, dipelihara, dan dipertahankan oleh masyarakat di dalamnya konvensi-konvensi atau kode-kode itu hidup, tanpa memperdulikan bentuk maupun isinya. Bentuk dan isi yang ditentukan oleh kanvensi itu tidak penting alasannya yaitu hal tersebut bersifat arbitrer dalam korelasi dengan substansi yang ada di luar dirinya. Berkaitan dengan hal tersebut :
- Swingewood, dalam analisisnya mengenai karya-karya novel Inggris era ke-18 dan kesusasteraan dunia pada era ke-20, ia tidak hanya mempersoalkan kecenderungan munculnya pandangan dunia yang baru, melainkan juga kecenderungan munculnya konvensi-konvensi sastra yang gres yang merupakan penolakan terhadap konvensi-konvensi sastra yang ada sebelumnya. Novel-novel tersebut digambarkan sebagai genre sastra yang cenderung realistik.
- Dr. Johnson menyimpulkan bahwa novel merepresentasikan suatu citra yang jauh lebih realistik mengenai kehidupan sosial.
- Taine menyebut novel bertujuan untuk menggambarkan kehidupan nyata, mendeskripsikan karakter-karakter, mensugestikan rancangan tindakan, dan menawarkan evaluasi terhadap motif-motif tindakan.
2. Hubungan Pemodelan.
Menurut pendapat :
- Lotman, pemodelan yaitu bahwa sastra merupakan suatu ihwal yang memodelkan semesta yang tidak terbatas dalam satu semesta imajiner yang terbatas. Ia menyebut sastra sebagai sistem pemodelan tingkat kedua, maksudnya sastra merupakan sistem pemodelan yang ditumpangkan pada sistem pemodelan tingkat pertama, yaitu bahasa.
- Culler, menyampaikan bahwa novel berfungsi sebagai model yang dengannya masyarakat memahami dirinya sendiri. Novel merupakan ihwal yang di dalam dan lewatnya masyarakat mengartikulasikan dunia.
3. Hubungan Interpretatif.
Hubungan interpretatif yaitu korelasi antara karya sastra dengan pandangan dunia atau struktur sosial yang terjadi akhir adanya cara-cara konvensional yang khusus yang dipakai karya sastra dalam penggarapan atau pengekspresian pandangan duniaatau struktur sosial itu. Karena adanya cara penggarapan yang khusus itu, pemahaman mengenai pandangan dunia atau struktur sosial yang diekspresikan oleh karya sastra tidak sanggup dilakukan tanpa pemahaman mengenai konvensi-konvensi yang membentuk cara tersebut. Pandangan dunia dan struktur sosial tidak muncul sebagaimana adanya di dalam karya sastra.
4. Hubungan Pembatasan.
Menurut pendapat :
- Wolff, konvensi-konvensi produksi sastra atau estetik tertentu mungkin tidak mengijinkan pernyataan-pernyataan, gagasan-gagasan, nilai-nilai, atau peristiwa-peristiwa tertentu di dalam teks. Pengungkapan pembatasan-pembatasan konvensional menjadi penting alasannya yaitu akan menyingkapkan ideologi yang terdapat di balik teks tersebut.
- Emha Ainun Najib, pada tahun 1984 mengungkapkan bahwa konvensi sastra Indonesia dikuasai oleh konvensi bisu lantaran melarang masuk banyak sekali kenyataan sosial dan politik ke dalam karya sastra. Ia menganggap konvensi bisu tersebut merupakan konvensi sastra yang dependen, yang menjadi tangan panjang dan menguntungkan kaum establishment.
- Eagleton, menyampaikan bahwa pada era ke-18 di Inggris konsep kesusasteraan tidak dibatasi hanya sebagai tulisan-tulisan kreatif atau imajinatif. Kesusasteraan pada waktu itu dipahami sebagai badan menyeluruh dari goresan pena yang bernilai dalam masyarakat. Apa yang menciptakan sebuah teks dianggap sebagai sastra bukanlah lantaran fiksionalitasnya, melainkan lantaran kecocokannya dengan standar tertentu mengenai tulisan-tulisan yang sopan. Pengertian modern mengenai kesusasteraan gres muncul di era ke-19, yaitu pada jaman romantik. Yaitu terjadinya penyempitan kategori kesusasteraan pada karya-karya yang disebut karya kreatif dan imajinatif.
Semoga bermanfaat.
0 Response to "Hubungan Struktur Sosial Dalam Karya Sastra"
Post a Comment