Pengertian Dan Obyek Praperadilan

Lembaga praperadilan mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1981, yaitu ketika ditetapkannya Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1981 wacana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Lembaga praperadilan ini terinspirasi oleh prinsip-prinsip dalam habeas corpus dari sisitem aturan Anglo Saxon, yang menunjukkan hak sekaligus jaminan mendasar kepada seorang tersangka untuk melaksanakan tuntutan atau somasi terhadap pejabat kepolisian atau kejaksaan yang menangkap dan menahannya semoga menerangkan bahwa penangkapan dan penahanan yang dilakukan itu benar-benar sah dan tidak melanggar hak asasi manusia.

Di sebagian negara Eropa, forum ibarat praperadilan ini sudah dikenal semenjak dulu. Hanya saja fungsinya benar-benar melaksanakan investigasi pendahuluan, ibarat contohnya hakim komisaris (rechter commissaris) di Belanda dan judge d' instruction di Perancis. Mereka benar-benar melaksanakan fungsi praperadilan, sebab selain  memilih sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, atau penyitaan, mereka juga melaksanakan investigasi pendahuluan atas suatu perkara. Sementara di Indonesia sendiri berdasarkan apa yang diatur dalam KUHAP, praperadilan tidak memiliki kewenangan seluas tersebut di atas. 

Dalam perkembangannya, praktek praperadilan yang awalnya dibutuhkan sebagai sarana pengawasan untuk menguji keabsahan suatu penangkapan atau penahanan (upaya paksa) terhadap tersangka/terdakwa, sekarang dinilai hanya bersifat pengawasan administratif saja. Hal ini dikarenakan suatu penangkapan atau penahanan dikatakan sah, hanya cukup dibuktikan oleh abdnegara penegak aturan saja, biasanya dengan menunjukkan ada atau tidak adanya surat penangkapan atau surat penahanan secara formal saja. Sedangkan mengenai penangguhan penahanan yang merupakan hak dari tersangka/terdakwa seringkali diabaikan oleh abdnegara penegak hukum, yang lebih mengutamakan syarat subyektif penahanan sebagaimana dimuat dalam ketentuan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, yaitu adanya kekuatiran dari penegak aturan bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak/menghilangkan barang bukti, dan/atau mengulangi perbuatannya.

Praperadilan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1981 tersebut, khususnya diatur dalam Pasal 1 angka 10, Pasal 77 hingga dengan Pasal 83, Pasal 95 ayat (2) dan ayat (5), Pasal 97 ayat (3), serta Pasal 124 KUHAP. Pengertian wacana praperadilan dijelaskan dalam ketentuan Pasal 1 angka 10 KUHAP yang berbunyi : "Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk menilik dan memutus berdasarkan cara yang diatur dalam undang-undang ini, wacana :
  1. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahan atas undangan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka.
  2. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas undangan demi tegaknya aturan dan keadilan.
  3. permintaan ganti atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan".
Sedangkan Hartono dalam bukunya yang berjudul "Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana (Melalui Pendekatan Hukum Progredif), mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan praperadilan ialah proses persidangan sebelum problem pokok perkaranya disidangkan. Sedangkan maksud dari pokok perkara ialah materi perkaranya, sedangkan proses persidangan dalam praperadilan hanya menguji proses tata cara penyidikan dan penuntutan, bukan kepada materi pokok. Adapun yang dimaksud dengan materi pokok ialah materi masalah tersebut.  

Obyek dari praperadilan dijelaskan dalam Pasal 77 KUHAP, yang berbunyi : "Pengadilan negeri berwenang untuk menilik dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini, mengenai :
  • sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
  • ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang masalah pidananya tidak boleh pada tingkat penyidikan atau penuntutan".

Mengenai obyek dari praperadilan ini, pada tahun 2014 pernah digugat di Mahkamah Konstitusi (MK) oleh seorang karyawan perusahaan minyak, yang berjulukan Bachtiar Abdul Fatah.  Ia menggugat aturan Pasal 77 aksara a KUHAP tersebut yang mengatur praperadilan hanya berhak mengadili :
  • Sah atau tidaknya penangkapan.
  • Sah atau tidaknya penahanan.
  • Sah atau tidaknya penghentian penyidikan.
  • Sah atau tidaknya penghentian penuntutan.
Pemohon tersebut mengharap Mahkamah Konstitusi menunjukkan penambahan  kewenangan praperadilan yaitu untuk menguji penetapan status tersangka seseorang. Hal tersebut dikarenakan bahwa berdasarkan ketentuan KUHAP, status tersangka hanya sanggup dicabut oleh abdnegara penegak aturan saja.  Selain itu KUHAP tidak menunjukkan celah sedikitpun untuk menghapus status tersangka, sehingga dimungkinkan seseorang sanggup menjadi tersangka selamanya,

Mahkamah Konstitusi mengabulkan somasi dari pemohon Bachtiar Abdul Fatah, berdasarkan surat keputusan Nomor : 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 Oktober 2014. Sehingga semenjak ketika itu obyek dari praperadilan sebagaimana ketentuan Pasal 77 aksara a KUHAP tersebut ditambahkan menjadi praperadilan juga mengadili :
  • Sah atau tidaknya penangkapan.
  • Sah atau tidaknya penahanan.
  • Sah atau tidaknya penghentian penyidikan.
  • Sah atau tidaknya penghentian penuntutan.
  • Sah atau tidaknya penetapan tersangka.
  • Sah atau tidaknya penggeledahan.
  • Sah atau tidaknya penyitaan.
Dimasukkannya keabsahan penetapan tersangka  sebagai obyek pranata praperadilan ialah semoga perlakuan terhadap seseorang dalam proses pidana memperhatikan tersangka sebagai insan yang memiliki harkat, martabat, dan kedudukan yang sama di hadapan hukum. Mahkamah Konstitusi juga menegaskan bahwa hakekat keberadaan forum praperadilan ialah sebagai bentuk pengawasan dan prosedur keberatan terhadap proses penegakan aturan yang terkait erat dengan jaminan dukungan hak asasi manusia.

Dari hal tersebut di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa tujuan dari diadakannya forum praperadilan ialah sebagai pengawasan horizontal atas tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan, penyidikan atau penuntutan, semoga benar-benar tindakan itu tidak bertentangan dengan ketentuan aturan dan undang-undang.

Hadirnya praperadilan bukan merupakan forum peradilan tersendiri, melainkan hanya merupakan pembagian kewenangan dan fungsi yang gres dilimpahkan KUHAP kepada setiap pengadilan negeri yang telah ada selama ini.

Semoga bermanfaat.










Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengertian Dan Obyek Praperadilan"

Post a Comment