Hukum Sopan Santun Waris

Hukum budbahasa waris ialah aturan-aturan aturan budbahasa yang mengatur wacana bagaimana harta peninggalan atau harta warisan diteruskan atau dibagi dari pewaris kepada para waris dari generasi ke generasi berikutnya. Sedangkan berdasarkan Ter Haar yang dikatakan aturan budbahasa waris ialah aturan-aturan aturan yang mengatur wacana cara bagaimana dari masa ke masa proses penerusan dan peralihan harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi ke generasi.

gambar : kompasiana.com
Dari pengertian aturan budbahasa waris tersebut sanggup disimpulkan bahwa aturan budbahasa waris mengandung tiga unsur yaitu :
  • Adanya harta peniggalan atau harta warisan.
  • Adanya pewaris yang meninggalkan harta kekayaan.
  • Adanya hebat waris atau waris yang akan meneruskan pengurusannya atau yang akan mendapatkan bagiannya.

Hukum budbahasa waris di Indonesia tidak terlepas dari imbas susunan masyarakat kekerabatannya yang berbeda. Hukum budbahasa waris mempunyai corak tersendiri dari alam pikiran masyarakat yang tradisional dengan bentuk korelasi yang sistem keturunannya patrilineal, matrilineal, dan parental. Walaupun dalam bentuk korelasi yang sama belum tentu berlaku sistem kewarisan yang sama.

1. Sistem Kewarisan.
Dilihat dari orang yang menerima warisan (kewarisan) di Indonesia terdapat tiga macam sistem kewarisan, yaitu :
  • Sistem Koloektif, yaitu apabila para waris menerima harta peninggalan yang diterima mereka secara kolektif atau bersama dari pewaris yang tidak terbagi-bagi secara perseorangan. Menurut sistem kewarisan kolektif para hebat waris dilarang mempunyai harta peneinggalan secara pribadi, melainkan diperbolehkan untuk memakai, mengusahakan atau mengolah dan menikmati hasilnya. Contohnya terjadi di Minangkabau, yang dikenal dengan ganggam bantui. Pada umumnya sistem sistem kewarisan kolektif ini terhadap harta peninggalan yang disebut harta pusaka, yang dikuasai oleh Mamak, kepala waris dan dipakai oleh para kemenakan secara bersama-sama.
  • Sistem Mayorat, yaitu apabila harta pusaka yang tidak terbagi-bagi dan hanya dikuasai anak tertua, yang berarti hak pakai, hak mengolah dan memungut kesannya dikuasai sepenuhnya oleh anak tertua dengan hak dan kewajiban mengurus dan memelihara adik-adiknya yang laki-laki dan perempuan hingga mereka sanggup bangkit sendiri.Contohnya di Lampung, yang beradat pepadun seluruh harta peninggalan dimaksud oleh tertua laki-laki yang disebut anak punyimbang sebagai mayorat pria.
  • Sistem Individual, yaitu apabila harta warisan dibagi-bagi dan sanggup dimiliki secara perorangan dengan hak milik, yang berarti setiap waris berhak memakai, mengolah, dan menikmati kesannya atau juga mentransaksikannya, terutama sesudah pewaris meninggal dunia.

2. Harta Warisan.
Istilah harta warisan dipakai untuk harta kekayaan pewaris yang akan dibagi-bagikan kepada para waris, sedangkan istilah harta peninggalan dipakai untuk harta kekayaan pewaris yang penerusnya tidak terbagi-bagi . Harta warisan atau harta peninggalan sanggup berupa harta benda yang berwujud, ibarat tanah, rumah, perhiasan, dan lain sebagainya, serta yang tidak berujud, ibarat kedudukan atau jabatan, gelar, hutang, dan lain sebagainya.

3. Pewaris dan Waris.
Pewaris ialah orang yang mempunyai harta kekayaan yang akan diteruskannya atau akan dibagi-bagikan kepada para waris sesudah dia meninggal dunia. Atau dengan kata lain pewaris ialah yang punya harta peninggalan. Diihat dari sisten kewarisan, maka ada pewaris kolektif, pewaris mayorat, dan pewaris individual.
Waris ialah orang yang menerima harta warisan sedang ahli waris adalah orang yang berhak menerima harta warisan. Kaprikornus semua orang yang kewarisan ialah waris, tetapi tidak semua waris ialah hebat waris. Misalnya dalam korelasi patrilineal semua anak laki-laki ialah waris, sedangkan bawah umur perempuan bukan hebat waris, tetapi mungkin menerima warisan sebagai waris. Dalam sistem waris mayorat anak tertua yang berhak sebagai hebat waris utama sedangkan saudaranya yang lain sebagai hebat waris pengganti atau waris saja.
Orang yang tidak mempunyai hebat waris atau waris sama sekali dan tidak terang para anggota kerabatnya jauh dan dekat, maka yang berhak mewarisi harta warisannya ialah masyarakat budbahasa setempat atau pemerintah.

4. Pewarisan.
Pewarisan ialah proses penerusan harta peninggalan atau warisan dari pewaris kepada para warisnya. Dilihat dari sistem pewarisan dan harta peninggalannya, maka pewarisan sanggup dibedakan antara sistem penerusan kolektif dan mayorat pada masyarakat yang kekerabatannya bersifat patrilineal dan matrilineal terhadap harta pusaka, dan penerusan yang individual pada masyarakat yang kekeluargaannya bersifat parental terhadap harta yang bukan harta pusaka, tetapi merupakan harta pencarian atau harta bersama orang bau tanah saja.

Dalam perkembangannya dikarenakan terbatasnya harta pusaka, sedangkan para waris bertambah banyak, maka sistem pewarisan yang kolektif dan mayorat berangsur-angsur mengikuti jejak masyarakat parental dengan sistem pewarisan yang individual. Jika sebagian anak ada yang belum remaja dan sebagian sudah remaja dan mandiri, dan atau dikarenakan di antara hebat waris ada yang meminta semoga warisan dibagikan, maka warisan sanggup dibagikan kepada yang berkepentingan dengan mempertimbangkan kebutuhannya, sedangkan bagi para hebat waris yang belum remaja maka warisannya menjadi waris gantungan, menunggu hingga hebat waris yang belum remaja tersebut menjadi dewasa, sedangkan warisan bagiannya masih tetap dikuasai oleh ibunya atau saudaranya yang diserahkan mengurus warisan tersebut hingga si hebat waris dewasa.

Semoga bermanfaat. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Hukum Sopan Santun Waris"

Post a Comment