Upaya Aturan Banding

Banding merupakan salah satu upaya aturan biasa. Hakim yakni insan biasa, maka dalam menjatuhkan suatu putusan dimungkinkan hakim menciptakan kesalahan, oleh sebab itu pembuat undang-undang mengadakan suatu forum yang disebut banding. Dengan adanya forum banding ini dimungkinkan bagi pihak yang dikalahkan dalam persidangan di Pengadilan Negeri untuk mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Tinggi.

Dengan diajukannya permohonan banding, maka perkara menjadi mentah kembali. Putusan Pengadilan Negeri tidak sanggup dilaksanakan, kecuali apabila putusan tersebut dijatuhkan dengan ketentuan sanggup dilaksanakan terlebih dahulu, atau putusan tersebut yakni suatu putusan provisionil. Dalam proses banding, yang diperiksa oleh hakim Pengadilan Tinggi yakni semua surat-surat atau berkas-berkasnya. Dalam pengadilan banding, sangat jarang terjadi hakim menyelidiki tergugat dan penggugat. Tergugat dan penggugat akan diperiksa oleh hakim Pengadilan Tinggi apabila hakim yang menangani permohonan banding tersebut menganggap bahwa investigasi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri belum sempurna, dan menjatuhkan putusan sela dengan maksud untuk memperlengkapi investigasi tersebut sendiri. 

Jika investigasi perkara dianggap kurang lengkap, sehingga perlu dilengkapi, maka berkas perkara akan dikirim kembali ke Pengadilan Negeri yang bersangkutan untuk dilengkapi atau sanggup juga Pengadilan Tinggi akan melaksanakan investigasi embel-embel sendiri. Untuk memerintahkan hal tersebut akan dijatuhkan suatu putusan sela, yang dengan terperinci memuat hal-hal yang dianggap kurang dan perlu ditambah pemeriksaannya. Namun pada umumnya, seandainyapun dilakukan investigasi embel-embel berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi, investigasi tersebut akan dilakukan oleh Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

Pengadilan Tinggi dalam taraf banding akan meneliti apakah apakah investigasi perkara di Pengadilan Negeri tersebut telah dilakukan berdasarkan cara yang ditentukan oleh undang-undang, selain itu juga akan diperiksa apakah putusan yang telah dijatuhkan oleh hakim Pengadilan Negeri sudah tepat dan benar atau putusan tersebut yakni salah sama sekali atau kurang tepat. Dalam hal putusan Pengadilan Negeri dianggap telah benar, maka hakim Pengadilan Tinggi akan menguatkan putusan Pengadilan Negeri tersebut. Sedangkan apabila putusan Pengadilan Negeri tersebut dianggap salah, maka putusan tersebut akan dibatalkan dan hakim Pengadilan Tinggi akan memberi peradilan sendiri atau memperlihatkan putusan yang lain yang berbeda dengan putusan Pengadilan Negeri. 

Perihal banding semula diatur dalam pasal 188 hingga dengan pasal 194 H.I.R untuk Jawa dan Madura dan dalam pasal 199 hingga dengan pasal 205 R.Bg untuk kawasan di luar Jawa dan Madura yang dengan adanya Undang-Undang Nomor : 1 tahun 1951 (semula Undang-Undang Darurat Nomor : 1 tahun 1951) semua ketentuan-ketentuan tersebut di atas dihapuskan atau tidak berlaku lagi. Peradilan banding yang dikala ini berlaku yakni didasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 20 tahun 1947 yang berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. 

Permohonan banding sanggup diajukan oleh salah satu pihak atau oleh kedua belah pihak. Hal tersebut berarti bahwa permohonan banding yang diajukan oleh salah salah satu pihak, tidak menutup kemungkinan bagi pihak yang lain untuk mengajukan permohonan banding juga. Dalam ketentuan pasal 6 Undang-Undang Nomor 20 tahun 1947 tersebut menyebutkan bahwa yang sanggup mengajukan permohonan banding yakni pihak yang berkepentingan. Maksudnya yakni bahwa pihak yang dikalahkan yaitu yang gugatannya ditolak atau dikabulkan sebagian atau yang gugatannya dinyatakan tidak sanggup diterima, yang sanggup mengajukan permohonan banding.

Pemeriksaan banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi yang berkuasa dalam kawasan hukumnya masing-masing. Permohonan untuk investigasi banding harus disampaikan dengan surat atau ekspresi kepada Panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan tersebut. Permohonan banding sanggup diajukan sendiri oleh pihak yang berkepentingan atau oleh kuasanya, yaitu orang yang telah diberi kuasa khusus untuk mengajukan permohonan banding. 

Permohonan banding diajukan dalam batas waktu tenggang yang telah ditentukan, yaitu sebagai mana ketentuan pasal 7 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor : 20 tahun 1947, yang menyatakan bahwa permohonan banding harus diajukan dalam batas waktu tenggang 14 hari terhitung mulai hari berikutnya sesudah pengumuman putusan kepada yang berkepentingan. Bagi pemohon banding yang tidak berdomisili di kawasan tempat Pengadilan Negeri tersebut bersidang, waktu yang diberikan untuk mengajukan permohonan banding yakni 30 hari.

Permohonan banding hanya sanggup diajukan terhadap putusan Pengadilan Negeri, sedangkan yang bersifat penetapan, yaitu putusan declatoir yang diberikan hakim Pengadilan Negeri atas suatu surat permohonan, menyerupai penetapan hebat waris, penetapan wali, atau penetapan lainnya tidak sanggup diajukan permohonan banding, melainkan yang bersangkutan harus pribadi mengajukan permohonan kasasi.

Semoga bermanfaat.  

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Upaya Aturan Banding"

Post a Comment