Pembagian Perbuatan Pidana (Kejahatan Dan Pelanggaran)

Dalam sistem Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana) Indonesia, perbuatan pidana terbagi atas kejahatan (misdrijven) sebagaimana diatur dalam Buku II KUH Pidana dan pelanggaran (overtredingen) sebagaimana diatur dalam Buku III KUH Pidana.

Berkaitan dengan pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran tersebut terdapat dua pandangan :
1. Pembedaan berdasarkan kualitatif antara kejahatan dan pelanggaran.
Dalam hal ini kejahatan diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yang dirasakan sebagai onrecht, sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata aturan yang berlaku, meskipun atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan tersebut tidak ditentukan dalam undang-undang sebagai perbuatan pidana (rechtsdeliten). Sedangkan pelanggaran diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumnya gres sanggup diketahui sesudah adanya peraturan/wet yang memilih demikian (wetsdelikten). Pada ketika ini pandangan tersebut sudah mulai banyak ditinggalkan. 
Penganut pandangan ini di antaranya ialah Duynstee, yang mendasarkan perbedaan kualitatif atas pandangan bahwa dalam tiap-tiap masyarakat insan ada aturan kodrat, di samping ada aturan yang norma-normanya selalu berganti berdasarkan keadaan, yang hanya berlaku alasannya ialah adanya kekuasaan negara yang menegakkannya.
2. Pembedaan berdasarkan kuantitatif antara kejahatan dan pelanggaran.
Pembedaan kejahatan dan pelanggaran berdasarkan kuantitatif ini didasarkan atas berat atau ringannya bahaya pidana. Atau dengan kata lain bahaya pidana untuk kejahatan ialah lebih berat daripada pelanggaran. Pembedaan yang ibarat ini banyak digunakan oleh negara-negara modern ketika ini. 
Pembedaan perbuatan pidana berdasarkan kuantitatif antara kejahatan dan pelanggaran ini muncul dikarenakan batas antara rechts dan wetsdelikten atau antara kejahatan dan pelanggaran tersebut sangat sulit untuk ditentukan. Sehingga apabila pembentukan undang-undang tidak sanggup memilih dengan niscaya apakah suatu perbuatan pidana tertentu masuk dalam kejahatan atau pelanggaran, maka perbuatan itu tidak sanggup diadili. Penganut pandangan ini di antaranya ialah van Hattum dan Jonkers.

Selain pembagian dua perbuatan pidana berdasarkan perbedaan prinsip tersebut, yaitu kejahatan dan pelanggaran, Code Penal melaksanakan pembagian atas perbuatan pidana tersebut menjadi tiga jenis berdasarkan ketertiban berdasarkan macam pidana yang diancamkan, yaitu crimes, delicts, dan contraventions. Pembedaan perbuatan pidana yang dilakukan oleh Code Penal ini menjadi dasar untuk memilih pengadilan mana yang harus mengadili perkara. 

Selain dari sifat umum bahwa bahaya pidana untuk kejahatan ialah lebih berat dari pelanggaran, maka sanggup dikatakan bahwa :
  • Pidana penjara hanya diancamkan pada kejahatan saja.
  • Apabila ada tuntutan aturan berkaitan dengan kejahatan, maka yang berkewajiban untuk membuktikannya ialah pihak jaksa.
  • Percobaan untuk melaksanakan suatu pelanggaran tidak sanggup dikenakan pidana. Hal ini diatur dalam pasal 54 KUH Pidana yang berbunyi : "Mencoba melaksanakan pelanggaran tidak dipidana".
  • Membantu melaksanakan pelanggaran tidak dipidana, sebagaimana ditentukan dalam pasal 60 KUH Pidana.
  • Waktu basi untuk memilih ataupun menjalankan pidana bagi pelanggaran ialah lebih pendek daripada kejahatan.
  • Akumulasi pidana yang ringan lebih gampang daripada pidana berat.

Pada ketika ini, perbedaan kejahatan dan pelanggaran tidak menjadi ukuran lagi untuk memilih pengadilan mana yang berkuasa untuk mengadilinya, alasannya ialah ketika ini semuanya, baik kejahatan ataupun pelanggaran, diadili oleh Pengadilan Negeri (kecuali kejahatan atau pidana khusus). Yang membedakan hanyalah dalam hal program mengadilinya saja.

Semoga bermanfaat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pembagian Perbuatan Pidana (Kejahatan Dan Pelanggaran)"

Post a Comment