Pengantar Aturan Indonesia

Pengertian Tata , yaitu menyusun dengan baik dan Tertib aturan-aturan aturan dalam pergaulan hidup supaya ketentuan yang berlaku dengan gampang sanggup diketahui dan digunakan untuk menuntaskan setiap insiden aturan yang terjadi.

Sistem
Suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu dengan yang lain, tersusun dengan suatu rencana atau pola, hasil dari suatu penulisan untuk mencapai suatu tujuan.
Sebagai suatu sistem, artinya suatu susunan atau tataan teratur dari aturan-aturan hidup, keseluruhannya terdiri dari dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain.

A. RUANG LINGKUP PHI (Tata Indonesia)
Tata di Indonesia ditetapkan oleh masyarakat Indonesia, ditetapkan oleh Negara Indonesia. Lahirnya Tata di Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dibentuklah tata hukumnya itu dinyatakan dalam :
1.Proklamasi Kemerdekaan : “Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”,
2.Pembukaan UUD-1945: “ Atas berkat Rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.” Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan Undang-undang dasar Negara Indonesia…”

Pernyataan itu mengandung arti :
1.Menjadikan Indonesia sauatu Negara yang merdeka dan berdaulat
2.Pada dikala itu memutuskan tata aturan Indonesia, sekedar mengenai cuilan tertulis. D

Didalam Undang-undang dasar Negara itulah tertulis tata aturan Indonesia (yang tertulis). Undang-undang hanyalah memuat ketentuan-ketentuan dasar merupakan rangka dari tata aturan Indonesia

Tata di Indonesia meliputi :

1. Sistem
Macam-macam Sistem
a. Sistem Eropa Kontinental.
b. Sistem Anglo Saxon
c. Sistem Adat

di Indonesia merupakan adonan dari sistem aturan hukum Eropa, aturan Agama dan aturan Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada aturan Eropa kontinental, khususnya dari Belanda lantaran aspek sejarah masa kemudian Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Agama, lantaran sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi aturan atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem aturan Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

Tata Negara di Indonesia :
1. perdata Indonesia
2. Pidana Indonesia
3. Tata Negara Indonesia
4. Dagang
5. Agraria
6. Pajak
7. Acara Pengadilan
8. Administrasi Negara
9. Adat
10. Islam.

Klasifikasi hukum
1.Berdasarkan sifatnya
Drs E. Utrecht, SH. Dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Indonesia” (1953) telah membuat suatu batasan, Utrecht memperlihatkan batasan sebagai Berikut: “ itu yaitu himpunan peratura-peraturan (perintah-Perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata-tertib suatu masyarakat dan lantaran harus ditaati oleh masyarakat. Itu. Akan tetapi tidaklah semua orang mau mentaati kaedah-kaedah aturan itu, maka peraturan kemasyarakatan itu harus dilengkapi dengan unsur memaksa. Dengan demikian itu mempunyai sifat mengatur dan memaksa. merupakan peraturan-peraturan hidup masyarakat yang sanggup memaksa orang supaya mentaati tata-tertib dalam masyarakat serta memberi hukuman yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau patuh mentaatinya.

2.Berdasarkan fungsinya.
Fungsi ialah untuk mengatur, sebagai petugas, serta sebagai sarana untuk membuat dan memelihara ketertiban. Yang akan diatur oleh ialah peraturan mengenai tingkah laris insan dalam pergaulan masyarakat, adanya hukuman terhadap pelanggaran tersebut yaitu tegas, bersifat memaksa, dan peraturan aturan diadakan oleh badan-badan resmi. yang diciptakan penguasa mempunyai tiga tujuan yang hendak dicapai. Untuk menjelaskan tujuan ini ada 3 (tiga) teori yang menjelaskan perihal tujuan hukum, Teori Etis, tujuan aturan untuk mencapai keadilan, Teori Utilitas tujuan aturan untuk mencapai kebahagiaan insan Teori campuran, tujuan aturan untuk mencapai ketertiban (yang utama) dan keadilan yang berbeda-beda isinya dan ukurannya berdasarkan masyarakat dan zaman. Sedangkan tujuan Negara Republik Indonesia Menurut Positif tertuang dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 “ melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian infinit dan keadilan sosial.” tujuan sebagaimana disebutkan diatas pada dasarnya yaitu menghendaki adanya keseimbangan, kepentingan, keadilan,ketertiban,ketentraman dan kebahagiaan setiap insan manusia, maka dari situ sanggup diketahui apa gotong royong fungsi dari aturan itu sendiri.
Secara umum fungsi aturan dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, yaitu :
1.Alat ketertiban dan keteraturan masyarakat.
2.Sarana mewujudkan keadilan sosial.
3.Alat pencetus pembangunan nasional.
4.Alat kritik.
5.Sarana penyelesaian sengketa atau perselisihan.

3.Berdasarkan isinya.
berdasarkan isinya adanya aturan Privat dan aturan publik. Pengertian dari masing-masing tersebut ialah, Privat, ialah Salah satu bidang aturan yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek aturan dan kekerabatan antara subyek hukum. perdata disebut pula aturan privat atau aturan sipil. privat ialah termasuk Pribadi, Keluarga, Kekayaan dan Waris, Contohnya menyerupai seseorng melaksanakan Perjanjian jual beli. Sedangkan Publik ialah bidang aturan dimana subyek aturan bersangkutan dengan subyek aturan lainnya, yang dimaksud ialah bila seseorang melanggar atau melaksanakan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam denga hukuman. publik ialah termasuk Tata Negara, Administrasi Negara, Pidana.

4.Berdasarkan Waktu Berlakunya.
berdasarkan Waktu Berlakunya berdasarkan Positif atau Tata- dengan nama ajaib disebut ius constitutum sebagai lawan kata dari pada ius constituendu. Yakni perbuatan aturan yang berdampak positif bagi masyarakat, menyerupai seseorang memliki keinginan untuk mencuri atau merampok, tetapi seseorang tersebut tidak jadi mencuri atau merampok lantaran mengetahui adanya eksekusi atau hukuman bagi yang melaksanakan perbuatan tersebut. Berikut sebaliknya ius constituendum yakni Negatif ialah seseorang tersebut telah mengerti adanya eksekusi atau hukuman bagi pelanggaran-pelanggaran atau kejahatan-kejahatan tersebut tetapi seseorang tersebut seakan tak mempedulikan hal tersebut, menyerupai Korupsi. Serta Antar Waktu yakni Yang mengatur suatu insiden yang menyangkut hkm yang berlaku pada masa lalu, dikala ini dan masa yang akan datang.

5.Berdasarkan Wujudnya/Bentuknya.
Menurut bentuknya, itu sanggup dibedakan antara:
1. Tertulis (Statute Law = Written Law), Yakni yang dicantumkan dalam
berbagai peraturan-perundangan satu negara, Contohnya:
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Peraturan Pemerintah.
3. Peraturan Presiden.
4. Peraturan Daerah.

Mengenai tertulis, ada yang telah dikondifikasikan, dan yang belum
dikondifilasikan . KONDIFIKASI ialah pembukaan jenis-jenis aturan tertentu dalam
kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap. Unsur Kondifikasi ialah, Jenis tertentu (misalnya aturan perdata), sistematis, lengkap. Tujuan Kondifikasi dari aturan tertulis ialah untuk memperoleh Kepastian hukum, penyederhanaan hukum, kesatuan hukum. Berikut ialah referensi aturan yang sudah dikondifikasikan:
1)Kitab Undang-undang Sipil (1 Mei 1848).
2)Kitab Undang-Undang Dagang (1 Mei 1848).
3)Kitab Undang-undang Pidana (1 Januari 1918).

1. Tak Tertulis (unstatutery Law = unwritten Law), Yakni yang
masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya
ditaati menyerupai suatu peraturan perundangan (disebut juga aturan kebiasaan),
disebut Adat (Adat Law).

Perhatian dari luar terhadap aturan adat, Bangsa indonesia tidak lepas dari kontak dengan bengsa-bangsa lain. Istilah “ Adat” yaitu terjemahan dari perkataan Belanda “adatrecht”, istilah “adatrecht” ini ialah untuk pertama kali digunakan jadi merupakaniptaan, Snouck Hurgronje. Kemudian digunakan oleh pengarang-pengarang lain-lain. Tetapi kesemuanya ini memakainya masih secara sambil kemudian dan hanya untuk aturan Indonesia asli, terlepas dan akhir pengaruh-pengaruh dari luar, menyerupai efek agama.

6.Berdasarkan waktu berlakunya.
1) Nasional, Yaitu yang berlaku dinegara yang bersangkutan, contohnya Nasional Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan menempatkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai aturan positif tertinggi.
2) Internasional, yaitu aturan yang mengatur hubungan-hubungan hukum
yang terjadi dalam, pergaulan internasional.
3) Asing, yaitu aturan yang berlaku dinegara lain, contohnya bagi bangsa Indonesia yaitu aturan yang berlaku di Malaysia, Amerika Serikat, Australia, dsb.
4) Gereja, yaitu aturan yang ditetapkan oleh gereja dan diperlakukan terhadap para jamaahnya.

7.Berdasarkan Daya Kerjanya.
- yang bersifat mengatur atau fakultatif atau subsidiair atau perlengkapan dispositif, yaitu aturan yang dalam keadaan konkrit sanggup dikesampingkan oleh perjanjian yang dibuat para pihak.
- yang bersifat memaksa atau imperatif (dwingendrecht),yaitu aturan yang dalam keadaan konkrit tidak sanggup dikesampingkan oleh perjanjian yang dibuat para pihak, yang berarti kaedah hukumnya bersifat mengikat dan memaksa, tidak memberi wewenang lain, selain apa yang telah ditentukan dalam undang-undang.
Biasanya aturan yang mengatur kepentingan umum bersifat memaksa, sedangkan aturan yang mengatur kepentingan perseorangan atau epentingan khusus bersifat mengatur. Persoalanya bagaimana caranya untuk mengetahui, apakah suatu peraturan aturan itu bersifat memaksa atau bersifat mengatur?
Dalam hal ini ada 3 (tiga) pedoman, yaitu:
-Berdasarkan Pasal 23 AB, yang memilih bahwa suatu perbuatan atau perjanjian tidak sanggup meniadakan kekuatan undang-undang yang berafiliasi dengan ketertiban umum dan kesusilaan, sanggup disimpulkan bahwa hal-hal yang berafiliasi dengan ketertiban umum kesusilaan itu bersifat memaksa.
-Dengan membaca darri suara peraturan aturan yang bersangkutan, sanggup diketahui bahwa suatu peraturan aturan bersifat memaksa atau tidak. Contoh: Pasal 1447 KUH Perdata yang memilih bahwa penyerahan harus dilakukan ditempat dimana barang yang terjual berada pada waktu penjualan, bila perihal itu tidak telah diadakan persetujuan lai.
-Dengan jalan interprestasi sanggup diketahui bahwa peraturan aturan tersebut bersifat memaksa atau tidak. Contoh: pasal 1368 KUH Perdata yang memilih bahwa pemilik seekor binatang, atau siapa yang memakainya, yaitu selama hewan itu dipakainya bertanggungjawab perihal kerugian yang diterbitkan oleh hewan tersebut, baik hewan itu ada dibawah pengawasannya, maupun tersesat atau terlepas dari pengawasannya.

2.Sejarah Indonesia.
Ada beberapa periode sejarahberkembangnya diindonesia, Yakni:
1.Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal

Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.
1.Periode VOC, sistem aturan yang diterapkan bertujuan untuk: Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi di negeri Belanda, Pendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang otoriter; dan Perlindungan terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para pendatang Eropa. Belanda diberlakukan terhadap orang-orang Belanda atau Eropa. Sedangkan bagi pribumi, yang berlaku yaitu hukum-hukum yang dibuat oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata pemerintahan dan politik pada zaman itu telah meminggirkan hak-hak dasar rakyat di nusantara dan menjadikan penderitaan yang mendalam terhadap rakyat pribumi di masa itu.

2.Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regeringsreglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan perihal Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi kepentingan kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur proteksi aturan terhadap kaum pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini sanggup ditemukan dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur perihal pembatasan terhadap direktur (terutama Residen) dan kepolisian, dan jaminan terhadap proses peradilan yang bebas. Otokratisme manajemen kolonial masih tetap berlangsung pada periode ini, walaupun tidak lagi sebengis sebelumnya. Namun, pembaruan aturan yang dilandasi oleh politik liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak meningkatkan kesejahteraan pribumi, lantaran eksploitasi masih terus terjadi, hanya subyek eksploitasinya saja yang berganti, dari eksploitasi oleh negara menjadi eksploitasi oleh modal swasta.

3.Kebijakan Politik Etis dikeluarkan pada awal kurun 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan eksklusif dengan pembaharuan aturan adalah: Pendidikan untuk belum dewasa pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum; Pembentukan Volksraad, forum perwakilan untuk kaum pribumi; Penataan organisasi pemerintahan, khususnya dari segi efisiensi; Penataan forum peradilan, khususnya dalam hal profesionalitas; Pembentukan peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum. Hingga runtuhnya kekuasaan kolonial, pembaruan aturan di Hindia Belanda mewariskan: Dualisme/pluralisme aturan privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga peradilan; Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.
Masa pendudukan Jepang pembaharuan aturan tidak banyak terjadi seluruh peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Beberapa perubahan perundang-undangan yang terjadi: Kitab UU Perdata, yang semula hanya berlaku untuk golongan Eropa dan yang setara, diberlakukan juga untuk orang-orang Cina; Beberapa peraturan militer disisipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku. Di bidang peradilan, pembaharuan yang dilakukan adalah: Penghapusan dualisme/pluralisme tata peradilan; Unifikasi kejaksaan; Penghapusan pembedaan polisi kota dan pedesaan/lapangan; Pembentukan forum pendidikan hukum; Pengisian secara massif jabatan-jabatan manajemen pemerintahan dan aturan dengan orang-orang pribumi.

3.TERBENTUKNYA HUKUM

A) pandangan legisme ( simpulan kurun 19) :
- aturan terbentuk oleh perundang-undangan
- hakim secara mekanis merupakan terompet undang-undang
- kebiasaan berlaku bila ada pengaruh
- meinitik beratkan pada kepastian hukum

B) pandangan freirechtlehre ( -20) :
- aturan terbentuk oleh peradilan
- undang-undang dan kebiasaan hanya sarana pembantu hakim menemukan aturan pada masalah konkrit
- titik beratnya : social doelmatighe

Pandangan modern terbentuknya aturan :
1. aturan terbentuk dengan aneka macam macam cara
2. aturan oleh pembentuk UU dan hakim menerapkan UU
3. penerapan UU tidak sanggup mekanis tapi perlu penafsiran
4. UU tidak tepat sehingga penafsiran dan kekosongan aturan yaitu kiprah hakim melalui peradilan
5. aturan terbentuk tidak hanya lantaran pembentukan UU dan peradilan tetapi pergaulan social juga sanggup membentuk hokum
6. peradilan kasasi berfungsi untuk memelihara kesatuan aturan dan pembentukannya

7. Sumber dan Tertib .
1.Adapun yang dimaksud dengan Sumber ialah: Segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar menimbulkan hukuman yang tegas dan nyata.
2.Sumber itu sanggup ditiinjau dari segi Material dan segi Formal:
3.Sumber-sumber dari segi material, sanggup ditinjau lagi dari aneka macam sudut, contohnya dari sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat dan sebagainya.
Contohnya:
1.Seorang jago ekonomi akan mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menimbulkan timbulnya hukum.
2.Seorang jago kemasyarakatan (sosiolog) akan menyampaikan bahwa yang menjadi sumber aturan ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.

2.Sumber-Sumber Formalantara lain:
1.Undang-undang (statute).
2.Kebiasaan (costum).
3.Keputusan-keputusan Hakim (jurisprudensi).
4.Traktat (treaty).
5.Pendapat Sarjana (doktrin).

a.Undang-Undang.
Undang-undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan aturan yang mengikat dan dipelihara oleh penguasa negara, undang-undang juga peraturan tertinggi dinegara.
Menurut Buys, undang-undang mempunyai dua arti, yakni:
1. Undang-undang dalam arti formal: setiap keputusan pemerintah yang merupakan undang-undang kerena cara pembuatanya (misalnya: dibuat oleh pemerintah bersama-sama dengan Parlemen).
2. Undang-undang dalam arti material: setiap keputusan Pemerintah yang berdasarkan isinya mengikat eksklusif setiap penduduk.
1) Syarat-syarat berlakunya suatu undang-undang:
Syarat mutlak untuk berlakunya suatu undang-undang ialah diundangkan dalam Lembaran Negara (LN) oleh Menteri/Sekertaris Negara (dahulu: Menteri Kehakiman). Tanggal berlakunya suatu undang-undang berdasarkan tanggal yang ditentukan dalam undang-undang itu sendiri. Jika tanggal berlakunya disebutkan dalam undang-undang, maka undang-undang itunmulai berlaku 30 hari setelah diundangkan dalam L.N untuk Jawa dan Madura, dan untuk tempat lain-lainnya beru berlaku 100 hari setelah perundangan dalam L.N. setelah syarat tersebut dipenuhi, maka “SETIAP ORANG DIANGGAP TELAH MENGETAHUI ADANYA SESUATU UNDANG-UNGANG”. Hal ini berarti bila ada seseorang yang melanggar Undang-undang tersebut, ia tidak diperkenankan membela atau membebaskan diri dengan alasan apapun.
2)Berakhirnya Kekuatan berlaku undang-undang
Suatu undang-undang tidak berlaku lagi jika:
a)Jangka waktu berlaku yang telah ditentukan oleh undang-undang itu sudah lampau.
b)Keadaan atau hal untuk mana undang-undang itu diadakan sudah tidak lagi ada.
c)Undang-undang itu dengan tegas dicabut oleh instansi yang membuat atau instansi yang lebih tinggi.
d)Telah diadakan undang-undang yang gres yang isinya bertentangan dengan undang-undang yand dulu berlaku.

Yang dimaksud dengan Lembaran Negara itu ialah suatu lembaran (sertas) tempat mengundangkan (mengumumkan) semua peraturan-peraturan negara dan pemerintah semoga sah berlaku. Misalnya:
1)L.N. tahun 1962 No. 1 (L.N. 1962/1).
2)L.N. tahun 1962 No. 2 (L.N. No. 2 tahun 1962).

Contoh:
1)L.N. 1950 No. 56 isinya: undang-undang dasar sementara (1950).
2)L.N. No. 37 isinya: Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1959 perihal peraturan ujian Universitas bagi mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta.
3)L.N. 1961 No. 302 isinya: undang-undang No. 22 tahun 1961 perihal Peguruan Tinggi.
Sedangkan yang dimaksud dengan Berita Negara ialah suatu penerbitan resmi Departemen Kehakiman (Sekertaris Negara) yang memuat hal-hal yang berafiliasi dengan peraturan-peraturan negara dan pemerintah da memuat surat-surat yang dianggap perlu seperti: sertifikat pendirian PT, Firma, Koperasi, dan lain-lain.

b.Kebiasaan (costum).
Kebiasaan ialah perbuatan insan yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran , maka demikian timbulah kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum. Contohnya: apabila seorang Komisioner sekali mendapatkan 10% dari hasil atau pembelian sebagai upah dan hal ini terjadi berulang-ulang dan komisioner yang lainpun juga mendapatkan upah yang sama yaitu 10% maka dari itu lambat laun kebiasaan (usance) menjelma Kebiasaan.

c.Pendapat Sarjana (doktrin).
Pendapat para Sarjana yang ternama juga mempunyai kekuasaan dan kuat dalam pengambilan keputusan oleh Hakim. Dalam Jurisprudensi terlihat bahwa hakim sering berpegang pada pendapat seorang atau beberapa Sarjana yang populer dalam Ilmu Pengetahuan . Hakim sering menyebut (mengutip) pendapat seorang sarjana aturan mengenai soal yang harus diselesaikan. Terutama dalam kekerabatan internasional pendapat-pendapat para Sarjana kuat yang besar. Bagi Internasional pendapat para Sarjana merupakan sumber aturan yang sangat penting.Mahkamah Internasional dalamPiagam Mahkamah Internasional (Statute of the International Court of Justice) pasal 38 ayat 1 mengakui, bahwa dalam menimbang dan memutuskan suatu perselisihan sanggup dipergunakan beberapa pedoman yang antara lain:
a)Perjanjian-perjanjian Internasional (International Conventions).
b)Kebiasaan-kebiasaan Internasional (International Costums).
c)Asas-asas aturan yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab (The general principles of law recorgnised by civilised nations).
d)Keputusan hakim, (Judical decisions) dan pendapat-pendapat sarjana hukum.

C. Struktur peraturan perundangan.
Sebelum membahas perihal struktur peraturan perundangan, istilah peraturan Peundang-undangan (wettelijke regeling), dalam khazanah keperpustakaan hukum, khususnya Eropa Kontinental, peraturan perundang-undangan (wet in meteriele zin, gesetz in materiellen sinne), dijabarkan lagi kedalam tiga unsur utama, yakni meliputi:
(a)Norma (rechtsnormen).
(b)Berlaku ke luar (naar buitenwerken).
(c)Bersifat umum dalam arti luas (algemeenheid in ruime zin).

Dengan unsur demikian, maka pembentukan peraturan perundang-undangan ialah pembentukan norma-norma aturan yang berlaku keluar dan yang bersifat umum dalam arti luas.
Dijelaskan oleh Bagir Manan, bahwa yang dimaksud dengan peraturan perundag-undangan yaitu setiap putusan tertulis yang dibuat dan ditetapkan serta dikeluarkan oleh leembaga pejabat negara yang mempunyai fungsi Legeslatif sesuai dengan tata cara yang berlaku.

Unsur-unsur yang termuat dalam peraturan perundang-undangan, berdasarkan Bagir Manan adalah:
1.Peraturan Perundang-undangan berbentuk keputusan tertulis lantaran merupakan keputusan tertulis, maka peraturan perundang-undangan sebagai kaidah aturan lazim disebut aturan tertulis (geschreven, written law).
2.Peraturan perundang-undangan dibuat oleh pejabat atau lingkungan jabatan (badan Organ), yang mempunyai wewenang membuat “peraturan” yang berlaku umum atau mengikat umum (algemeen).
3.Peraturan perundang-undangan bersifat mengikat umum, tidak dimaksudkan mengikat oleh semua orang,mengikat umum hanya menerangkan bahwa peraturan perundang-undangan tidak berlaku pada insiden konkret atau individu tertentu. Lebih tepatnya disebut sebagai sesuatu yang mengikat secara (bersifat) umum dari mengikat umum.

1)Masa Sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Berdasarkan atau sumber pada undang-undang dasar sementara 1950 dan konstitusi RIS-1949. Peraturan-peraturan di Indonesia terdiri dari:
1.Undang-undang Dasar (UUD).
2.Undang-undang (biasa) dan Undang-undang Darurat.
3.Peraturan Pemerintah tingkat Pusat.
4.Peraturan Pemerintah tingkat Daerah.

1)UUD ialah suatu piagam yang menyatakan harapan bangsa dan memuat garis-garis besar dan tujuan negara.
Suatu Uud mempunyai rangka menyerupai berikut:
1.Mukadimah atau Pembukaan atau Preamblue.
2.Bab-bab yang terbagi atas bagian-bagian.
3.Bagian terdiri atas pasa-pasal.
4.Pasal terdiri dari ayat-ayat.

Rangka Undang-Undang Dasar 1945:
(1) Pembukaan: 4 alinea.
(2) Isi UUD-1945:
a)16 Bab.
b)37 pasal.
c)4 pasal Aturan Peralihan.
d)2 ayat Aturan Tambahan.
(3) Penjelasan UUD-1945.
UUD biasanya juga disebut Konstitusi, akan tetapi gotong royong Konstitusi tak sama dengan UUD. Undang-Undang Dasar itu merupakan Negara yang tertulis sedangkan Konstitusi tidak saja meliputi peraturan tertulis, tetapi juga meliputi peraturan aturan yang tidak tertulis (Conventions). Kaprikornus makna Konstitusi lebih luas dari pada UUD.

2)Undang-Undang (biasa) ialah peraturan negara yang diadakan untuk menyelenggarakan pemerintahan pada umumnya yang dibuat berdasarkan dan untuk melaksanakan UUD. Menurut Undang-Undang Dasar pasal 89 UU dibuat oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR.
Suatu undang-undang terdiri atas:
a.Konsiderans : yakni alasan-alasam yang menimbulkan dibentuknya suatu undang-undang. Dinyatakan dengan kata-kata Menimbang; mengingat;
b.Diktum : keputusan yang diambil oleh pembuat UU, setelah disebutkan alasan pembentukannya. Diiktum dinyatakan dengan kata-kata: Memutuskan: Menetaplan
c.Isi : isi UU itu terdiri dari: Bab-bab, Bagian, Pasal, Ayat-ayat.
Undang-undang Darurat ialah UU yang dibuat oleh Pemerintah sendiri atas kekuasaan dan tanggungjawab Pemerintah yang lantaran KEADAAN YANG MENDESAK perlu diatur dengan segera.

UUD Darurat dikeluarkan dengan bentuk dan keterangan-keterangan menyerupai UU biasa dengan perbedaan:
(1) Dalam menimbang harus diterangkan bahwa lantaran keadaan yang mendesak peraturan ini perlu segera diadakan.
(2) Kalimat “dengan persetujuan DPR” dihilangkan. Undang-Undang Dasar Darurat sanggup kemudian disahkan oleh presiden dengan persetujuan dewan perwakilan rakyat menjadi Undang-Undang Dasar biasa. Undang-Undang Dasar Darurat juga mempunyai derajat yang sama denga undang-undang biasa.
(3) Peraturan Pemerintah (pusat) yaitu suatu peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk melaksanakan suatu UU. Peraturan Pemerintah dibuat semata-mata oleh Pemerintah tanpa kolaborasi dengan DPR. Peraturan Pemerintah dikeluarkan yang menyerupai UU Darurat dengan perbedaan menghilangkan kalimat “bahwa keadaan mendesak....” dihilangkan.
(4) Peraturan tempat ialah semua peraturan yang dibuat oleh Pemerintah setempat untuk melaksanakan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi derajatnya. Berdasarkan Undang-undang No.22 tahun 1948 dikenal.
(a) Peraturan Propinsi.
(b) Peraturan Kotapraja.
(c) Peraturan Kabupaten.
(d) Peraturan Desa.

Sekarang ini berdasarkan Undang-undang No. 5 tahun 1974 dikenal:
(1) Peraturan Daerah Tingkat I.
(2) Peraturan Daerah Tingkat II.

Masa setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 (sekarang).
1) Bentuk dan Tata urutan peraturan perundangan
Untuk mengatur masyarakat dan menyelenggarakan kesejahteraan, Pemerintah mengeluarkan aneka macam macam peraturan yang disebut peraturan perundangan. Dengan demikian peraturan perundangan Republik Indonesia dikeluarkan harus berdasarkan dan/atau melaksanakan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945).
Bentuk-bentuk dan Tata urutan peraturan perundangan berdasarkan ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (kemudian dikuatkan oleh ketetapan MPR No. V/MPR/1973) ialah berikut:
a) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD-1945).
b) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (ketetapan MPR).
c) Undang-Undang (UU) dan peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang (PERPU).
d) Peraturan Pemerintah (PP).
e) Keputusan Presiden (KEPPRES).
f) Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya.

Tata urutan yang hierarki diatas tidak sanggup diubah dan dipertukarkan tingkat kedudukannya, dari peraturan yang tertinggi dan rendahnya. Karena dalam penyusunan tersebut menerangkan tinggi rendahnya tingkat kedudukan peraturan negara tersebut.peraturan yang lebih rendah tingkat kedudukannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi, misalkan: Undan-Undang tidak boleh bertentangan isinya dengan ketetapan MPR, peraturan Pemerintah dengan UU, dan sebagainya.

a) Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Dasar yaitu peraturan negara yang tertinggi dalam negara, yang memuat ketentuan-ketentuan pokok dan menjadi salah satu sumber dari pada peraturan perundangan lainnya yang kemudian dikeluarkan oleh negara itu. Undang-Undang Dasar ialah aturan dasar tertulis, sedangkan disamping Undang-Undang Dasar ini berlaku juga aturan dasar yag tidak tertulis, yang merupakan sumber aturan lain, contohnya kebiasaan-kebiasaan, traktat-traktat (perjanjian-perjanjian), dan sebagainya.

b) Ketetapan MPR.
Mengenai ketetapan MPR ada dua macam:

a) Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang legislatip dilaksanakan dengan Undang-Undang.

b) Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang direktur dilaksanakan dengan Keputusan Presiden.

c) Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang (PERPU)
PERPU diatur dalam UUD-1945 pasal 22 sebagai berikut:
(a) Dalam hak-ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak memutuskan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
(b)Peraturan Pemerintah itu harus menerima persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan.
(c) Jika tidak menerima persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
Pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan DPR; oleh lantaran itulah PERPU dalam pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945 yang sama kekuatannya dengan Undang-Undang harus disahkan pula oleh DPR. Ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut gotong royong memperlihatkan suatu kekuasaan yang sangat besar kepada Presiden, oleh lantaran itu PERPU yang ditetapkan sendiri oleh Presiden mempunyai derajat/kekuatan berlaku yang sama dengan suatu Undang-Undang.
Presiden dengan menjalankan mengeluarkan PERPU yang dibuat sendiri sanggup merubah atau menarik kembali suatu Undang-Undang biasa yang ditetapkan oleh Presiden bersama-sama dengan DPR.
Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden.
Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, di samping kekuasaan membentuk PERPU, Undang-Undang Dasar 1945 memperlihatkan lagi kekuasaan kepada Presiden untuk memutuskan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
Selain peraturan Pemerintah (pusat), dikenal pula Peraturan Pemda Seperti contohnya Peraturan-Peraturan Daerah Tingkat I, dan Daerah Tinggak II. Peraturan Pemerintah (pusat) memuat aturan-aturan umum untuk melaksanakan Undang-Undang, sedangkan Peraturan Pemerintah tempat memuat aturan-aturan umum untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Pusat. Peraturan Pemerintah isinya tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Pusat, dan bila bertentangan maka peraturan Pemerintah yang bersangkutan dengan sendirinya Batal (tidak berlaku).

4. Asas-asas dalam peraturan perundangan.
Menurut Van der Vilies, perumusan perihal asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik (algemeen beginselen van behoorlijke regelgeving), sanggup dibagi menjadi dua bagian, yakni asas formal (formele beginselen) dan asas materiil (materiele beginselen).
Asas formal meliputi,
1) Asas tujuan yang jelas.
2) Asas organ /lembaga yang tepat.
3) Asas perlunya pengaturan.
4) Asas sanggup dilaksanakan.
5) Asas Konsensus.
Asas Materil meliputi,
1) Asas Terminologi dan sistematika yang jelas.
2) Asas sanggup dikenali.
3) Asas perlakuan yang sama dalam hukum.
4) Asas kepastian hukum.
5) Asas pelaksanaan aturan sesuai dengan keadaan individu.
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, mencoba memperkenalkan beberapa asas-asas dalam perundang-undangan, yakni:
1) Undang-undang tidak boleh berlaku surut.
2) Undang-Undang yang dimuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.
3) Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum ( lex seorang jago derogat lex generali).
4) Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu (lex posteriore derogat lex priori).
5) Undang-undang tidak sanggup diganggu gugat.
6) Undang-undang sebagai sarana unuk semaksimal mungkin sanggup mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaharuan atau pelestarian (asas welvaarstaat).

Untuk pemahaman yang lebih baik, harus diperhatikan, bahwa dalam asas ini sebagaian besar diarahkan pada kecenderungan masyarakatnya, situasi politik, dan pemerintahan yang ada.
Asas-asas tujuan yang terang darus memuat tujuan umum daran kerangka aturan yang terlihat jelas. Disamping itu juga harus ada yang bersifat khusus. Hal itu berkaitan dengan dukungan khusus dari peraturan untuk mencapai tujuan umum.
Montesquie dalam bukunya L’ Esprit des lois menjelaskan bahwa, dalam pembentukan peraturan-peraturan perundang-undangan hal-hal yang sanggup dijadikan asas-asas, antara lain:
1) Gaya harus padat (concise) dan gampang (simple) kalimat-kalimat bersifat kebesaran dan retorika hanya komplemen yang membingungkan.
2) Istilah yang dipilih hendaknya sebisa mungkin bersifat mutlak dan relatif, dengan maksud meminimalisasi kesepakatan untuk perbedaan pendapat dari individu.
3) hendaknya membatasi diri pada hal-hal yang rill dan aktual, menghindarkan sesuatu yang metaforik dan hipotetik.
4) hendaknya, tidak halus (not be subtle), lantaran aturan dibuat untuk rakyat dengan pengertian yang sedang, bahkan aturan bukan latihan logoka, melainkan untuk pemahaman yang sederhana dari orang rata-rata.
5) hendaknya, tidak merancukan pokok duduk kasus dengan pengecualian, pembatasan, atau pengubahan, kecuali hanya apabila benar-benar diperlukan.
6) hendaknya tidak bersifat argumentasi/dapat diperdebatkan; yaitu ancaman merinci alasan-alasan aturan lantaran hal itu akan lebih menumbuhkan pertentangan-pertentangan.
7) Lebih daripada semua tiu, pembentukan aturan hendaknya dipertimbangkan masak-masak dan mempunyai manfaat praktis, dan hendaknya tidak mengoyahkan sendi-sendi pertimbangan dasar, keadilan,dan hakekat permasalahan; lantaran aturan yang lemah, tidak perlu, dan tidak adil hanya akan membawa seluruh sistem perundang-undangan kepada image yang jelek dan menggoyahkan kewajiban negara.

5. Sistem Indonesia.
a. Pengertian sistem .
Berbicara mengenai Sistem , dalam suatu sistem terdapat ciri-ciri tertentu, yakni terdiri dari komponen-komponen yang satu sama lain berafiliasi ketergantungan dan dalam keutuhan organisasi yang teratur serta terintegrasi. Dan kaitannya dengan hukum, maka Prof. Subekti,S.H. beropini bahwa: “sistem aturan yaitu suatu susunan atau tataan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri dari atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun berdasarkan suatu rencana atau pola hasil dari suatu penulisan untuk mencapai suatu tujuan”.
Setiap sistem mengandung beberapa asas yang menjadi pedoman dalam pembentukannya dan sanggup dikatakan bahwa suatu sistem yaitu tidak terlepas dari asas-asas yang mendukungnya dengan demikian sifat sistem itu menyeluruh dan berstruktur yang keseluruhan komponen-komponennya bekerja sama dalam kekerabatan fungsional. Kalau dikatakan bahwa aturan itu sebagai suatu sistem, artinya suatu susunan atau tataan teratur dati aturan-aturan hidup. Misalnya dalam aturan perdata sebagai sistem aturan Positif.
b. Ciri-ciri sistem Indonesia.
Dalam kajian-kajian teoretik, berdasarkan aneka macam karakteristik sistem aturan dunia dibedakan antara: sistem aturan sipil; Sistem aturan anglo saxon atau dikenal juga dengan common law; aturan agama; aturan negara blok timur (sosialis). Eric L. Richard (dalam Suherman, 2004: 21)
Sistem Eropah Kontinental lebih mengedapankan aturan tertulis, peraturan perundang-undangan menduduki tempat penting. Peraturan perundang-undangan yang baik, selain menjamin adanya kepastian hukum, yang merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya ketertiban, juga sanggup diharapkan sanggup mengakomodasi nilai-nilai keadilan dan kemanfaatan. Lembaga peradilan harus mengacu pada undang-undang. Sifat undang-undang tertulis yang statis diharapkan sanggup lebih fleksibel dengan sistem bertingkat dari norma dasar hingga norma yang bersifat teknis, serta dengan menyediakan adanya prosedur perubahan undang-undang.
Sistem Anglo Saxon cenderung lebih mengutamakan aturan kebiasaan, aturan yang berjalan dinamis sejalan dengan dinamika masyarakat. Pembentukan aturan melalui forum peradilan dengan sistem jurisprudensi dianggap lebih baik semoga aturan selalu sejalan dengan rasa keadilan dan kemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat secara nyata.
Sistem aturan di Indonesia arif balig cukup akal ini yaitu sistem aturan yang unik, sistem aturan yang dibangun dari proses penemuan, pengembangan, adaptasi, bahkan kompromi dari beberapa sistem yang telah ada. Sistem aturan Indonesia tidak hanya mengedepankan ciri-ciri lokal, tetapi juga mengakomodasi prinsip-prinsip umum yang dianut oleh masyarakat internasional.
Apapun sistem aturan yang dianut, pada dasarnya tidak ada negara yang hanya didasarkan pada aturan tertulis atau aturan kebiasaan saja. Tidak ada negara yang sistem hukumnya menafikan pentingnya undang-undang dan pentingnya pengadilan
Komitmen untuk menegakkan supremasi aturan selalu didengungkan, tetapi keberadaan aturan maupun sistem aturan bukanlah merupakan ciri fundamental dari supremasi hukum. Supremasi aturan ditandai dengan penegakan rule of law yang sesuai dengan, dan yang membawa keadilan sosial bagi masyarakat. Kaprikornus yang terutama dan diutamakan yaitu aturan dan sistem aturan yang membawa keadilan bagi masyarakat.
c. Unsur-unsur dalam Sistem Indonesia.
1) Sistem Islam.
Sistem aturan ini mula-mula dianut oleh masyarakat Arab sebagai awal dari timbulnya dan penyebrangan agama Islam. Kemudian berkembang kenegara-negara lain di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika secara Individual atau kelompok.
Sistem Islam bersumber kepada:
1) Al-Quran, yaitu Kitab suci kaum muslim yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Rasul Allah Muhammad dengan mediator Malaikat Jibril.
2) Sunnah Nabi, ialah cara hidup dari Nabi Muhammad atau cerita-cerita (hadist) mengenai Nabi Muhammad.
3) Ijma, ialah kesepakatan para ulama besar perihal suatu hal dalam cara bekerja (berorganisasi).
4) Qiyas, ialah analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara dua kejadian. Cara ini sanggup dijelmakan melalui metode Ilmu berdasarkan deduksi dengan membuat atau menarik suatu garis aturan gres dari segi aturan usang dengan maksud memberlakukan yang gres itu kepada suatu keadaan lantaran persamaan yang ada didalamnya.
Agama Islam dengan sengaja diturunkan oleh Allah melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad dengan maksud menyusun ketertiban serta keselamatan umat manusia.
Berdasarkan sumber-sumber hukumnya, sistem aturan islam dalam “Hukuum Fikih” terdiri dari dua aturan pokok, yakni:
1) Rohaniah, lazim disebut “Ibadat”, yaitu cara-cara menjalankan upacara perihal kebaktian kepada Allah, menyerupai Shalat, Puasa, Zakat, Dan menjalankan Haji.
2) Duniawi, terdiri dari:
a) Muamalat, yakni tata tertib aturan dan peraturan mengenai kekerabatan antar insan dalam bidang jual beli, sewa menyewa, perburuhan, aturan tanah, aturan perikatan, hak milik, hak kebendaan dan kekerabatan ekonomi pada umumnya.
b) Nikah, yakni perkawinan dalam arti membentuk sebuah keluarga yang terdiri dari syarat-syarat dan rukun-rukunnya, hak dan kewajiban, dasar-dasar perkawinan Monogami dan akibat-akibat aturan perkawinan.
c) Jinayat, yakni aturan pidana yang meliputi ancaman eksekusi terhadap aturan Allah dan tindak pidana kejahatan.
Sistem islam ini menganut suatu keyakinan dari pedoman Agama Islam dengan keimanan lahir secara individual.

2). Sistem Adat.
Sistem aturan ini hanya terdapat dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya, menyerupai Cina, India, Jepang dan negara lain. Istilahnya berasal dari bahasa Belanda “adatrecht” yang untuk pertama kali oleh Snouck Hurgronje, Pengertian Adat yang digunakan oleh Mr. C. Van Vollenhoven (1928) mengandung makna bahwa Indonesia dan kesusilaan masyarakat merupakan aturan Adat dan Adat yang tidak sanggup dipisahkan dan hanya mungkin dibedakan dalam akibat-akibat nya. Kata “” dalam pengertian aturan adat lebih luas artinya dari istilah aturan di Eropa, lantaran terdapat peraturan-peraturan yang selalu dipertahankan keutuhanya oleh aneka macam golongan tertentu dalam ilmu lingkungan kehidupan sosialnya.

Sistem Adat bersumber kepada peraturan-peraturan aturan tidak tertulis yang tumbuh berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran aturan masyarakatnya. Dan Adat itu mempunyai tipe yang bersifat Tradisional dengan berpangkal kepada kehendak nenekk moyang.utuk ketertiban hukumnya selalu diberikan penghormatan yang sangat besar bagi kehendak suci nenek moyang.
Dari sumber aturan yang tidak tertulis itu, maka Adat sanggup memperlihatkan kesanggupanya untuk beradaptasi dan elastik. Misalnya, kalau seorang dari Minangkabau tiba ke tempat Sunda dengan membawa ikatan-ikatan tradisinya, maka secara cepat ia menyesuaikan dengan tempat tradisi yang didatangi. Keadaan ini berbeda dengan aturan yang peraturan-peraturanya ditulis dan dikondifikasikan dalam sebuah kitab Undang-undang atau peraturan perundangan lainnya yang sulit sanggup diubah secara cepat untuk penyesuaian dalam situasi sosial tertentu.
Berdasarkan sumber aturan dan tipe Adat itu, maka dari 19 tempat lingkungan aturan (rechtskring) di Indonesia.

Sistem Adat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
1) Adat mengenai tata negara (tata susunan rakyat), mengatur perihal susunan dari ketertiban dalam persekutuan-persekutuan aturan (rechtsgemeneschappen) serta dalam susunan lingkungan kerja alat-alat perlengkapan, jabatan-jabatan, dan pejabatnya.

2) Adat mengenai Warga (hukum warga) terdiri dari:
a) Pertalian Sanak (perkawinan, waris).
b) Tanah (hak ulayat tanah, transaksi-transaksi tanah).
c) Perhutangan (hak-hak atasan, transaksi-transaksi tentang
benda selain tanah dan jasa).

3) Adat mengenai detik (hukum pidana), memuat peraturan-peraturan perihal aneka macam delik dan reaksi masyarakat terhadap pelanggaran aturan pidana itu.
Adat yang merupakan pencerminan kehidupan masyarakat indonesia, sedangkan masyarakat itu sendiri selalu berkembang, dengan tipeyang gampang berubah dan elastik, maka semenjak penjajahan Belanda banyak mengalami perubahan sebagai akhir dari polotik aturan yang ditanamkan oleh pemerintah penjajah itu.

3). Sistem Barat.
Barat mengacu pada tradisi aturan dari budaya Barat . Western culture has an idea of the importance of law which has its roots in both Roman law and the Bible . Budaya Barat mempunyai gagasan perihal pentingnya aturan yang berakar baik dalam aturan Romawi dan Injil . As Western culture has a Graeco-Roman Classical and Renaissance cultural influence, so does its legal systems. Sebagai budaya Barat mempunyai Graeco-Romawi Klasik dan Renaissance efek budaya, begitu pula sistem hukum.
Barat budaya aturan yaitu bersatu dalam ketergantungan sistematis konstruksi hukum. Such constructs include corporations , contracts , estates , rights and powers to name a few. Konstruksi tersebut termasuk perusahaan , kontrak , perkebunan , hak dan kekuasaan untuk beberapa nama. These concepts are not only nonexistent in primitive or traditional legal systems but they can also be predominately incapable of expression in those language systems which form the basis of such legal cultures. Konsep-konsep ini tidak hanya tidak ada dalam sistem aturan primitif atau tradisional tetapi mereka juga sanggup didominasi bisa berekspresi di sistem-sistem bahasa yang membentuk dasar dari budaya aturan tersebut.
As a general proposition, the concept of legal culture depends on language and symbols and any attempt to analyse non western legal systems in terms of categories of modern western law can result in distortion attributable to differences in language. So while legal constructs are unique to classical Roman, modern civil and common law cultures, legal concepts or primitive and archaic law get their meaning from sensed experience based on facts as opposed to theory or abstract. Sebagai proposisi umum, konsep budaya aturan tergantung pada bahasa dan simbol-simbol dan setiap perjuangan untuk menganalisis sistem non-hukum Barat dalam hal kategori aturan Barat modern sanggup menimbulkan distorsi disebabkan perbedaan bahasa. Jadi, sementara konstruksi aturan unik untuk klasik Romawi, modern, budaya aturan sipil dan umum, konsep aturan atau aturan primitif dan kuno mereka mendapatkan arti dari pengalaman mencicipi didasarkan pada fakta sebagai lawan teori atau abstrak. Legal culture therefore in the former group is influenced by academics, learned members of the profession and historically, philosophers. Budaya aturan lantaran itu dalam kelompok mantan dipengaruhi oleh akademisi, berguru anggota profesi dan historis, filsuf. The latter group's culture is harnessed by beliefs, values and religion at a foundational level. Budaya kelompok terakhir ini dimanfaatkan oleh keyakinan, nilai dan agama pada tingkat dasar.

4). Sistem Nasional.
Sistem aturan Indonesia yaitu kompleks lantaran merupakan pertemuan tiga sistem yang berbeda. Prior to the first appearance of Dutch traders and colonists in the late 16th century and early 17th century, indigenous kingdoms prevailed and applied a system of adat (customary) law. Sebelum penampilan pertama dari pedagang Belanda dan koloni di simpulan kurun ke-16 dan kurun 17 awal, kerajaan pribumi menang dan menerapkan sistem adat (adat) hukum. Dutch presence and subsequent colonisation during the next 350 years until the end of World War II left a legacy of Dutch colonial law. Kehadiran Belanda dan penjajahan berikutnya selama 350 tahun berikutnya hingga simpulan Perang Dunia II meninggalkan warisan aturan kolonial Belanda. A number of such colonial legislation continue to apply today. Sejumlah undang-undang kolonial menyerupai ini terus berlaku hari ini. Subsequently, after Indonesian declared independence on 17 August 1945, the Indonesian authorities began creating a national legal system based on Indonesian precepts of law and justice. Selanjutnya, setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, pemerintah Indonesia mulai membuat sistem aturan nasional Berdasarkan indonesian pedoman aturan dan keadilan.
These three strands of adat law, Dutch colonial law and national law co-exist in modern Indonesia. Ketiga helai aturan adat, aturan kolonial Belanda dan aturan nasional hidup berdampingan di Indonesia modern. For example, commercial law is grounded upon the Commercial Code 1847 (Kitab Undang-Undang Dagang or Wetboek van Koophandel), a relic of the colonial period. Sebagai contoh, aturan komersial didasarkan pada Kode Komersial 1847 (Kitab Undang-Undang Dagang atau Wetboek van Koophandel), sebuah peninggalan masa kolonial. However, commercial law is also supplemented by a large number of new laws enacted since independence. Namun, aturan komersial juga dilengkapi dengan sejumlah besar undang-undang gres diberlakukan semenjak kemerdekaan. They include the Banking Law 1992 (amended in 1998), Company Law 1995, Capital Market Law 1995, Antimonopoly Law 1999 and the Oil & Natural Gas Law 2001. Mereka termasuk UU Perbankan 1992 (diamandemen pada 1998), Perusahaan 1995, Undang-undang Pasar Modal 1995, UU Antimonopoli 1999 dan Gas Alam Minyak & 2001. Adat law is less conspicuous. adat yang kurang mencolok. However, some adat principles such as “consensus through decision making” (musyawarah untuk mufakat) appear in modern Indonesian legislation. Namun, beberapa prinsip-prinsip adat menyerupai "konsensus melalui pengambilan keputusan" (musyawarah mufakat UNTUK) muncul dalam undang-undang Indonesia modern.

6. Politik Nasional Indonesia.
a) Sendi-sendi Nasional.
b) Sistem Peradilan di Indonesia dan Penegakkanya.
c) Kebijakan dan Program Pembangunan Nasional menyangkut
(materi hukum, aparatur hukum, sarana dan prasarana).

7. Bidang-bidang/lapangan aturan dalam tata aturan Indonesia
a) Pidana.
dalam kehidupan sehari-hari insan sering dihadapkan pada kebutuhan yang mendesak,kebutuhan pemuas diri dan bahkan adakala lantaran keinginan atau desakkan untuk mempertahankan status diri.
Pidana ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laris insan dalam menindakan pelanggaran kepentingan umum.
Secara Konkrit tujuan aturan pidana ada dua, ialah:
1) Untuk menakut-nakuti semua orang semoga jangan hingga nelakukan perbuatan yang tidak baik.
2) Untuk mendidik orang yang telah pernah melaksanakan perbuatan yang tidak baik menjadi baik dan sanggup diterima kembali dalam kehidupan lingkungannya.
Tujuan aturan pidana ini gotong royong mengandung makna pencegahan terhadap tanda-tanda sosial yang kurang sehat disamping pengobatan bagi yang telah terlanjur berbuat tidak baik. Tujuan aturan pidana itu juga memberi sistemdalam bahan-bahan yang banyak dari aturan itu: asas-asas dihubungkan satu sama lain sehingga sanggup dimasukkan dalam satu sistem.
Ilmu-ilmu pembantunya dalam aturan pidana antaranya:
1) Antropologi
2) Filsafat
3) Etihca
4) Statistik
5) Medicina forensic (ilmu kedokteran cuilan kehakiman)
6) Psychiatrie - kehakiman
7) Kriminologi
Peristiwa Pidana, yang juga disebut tindakan pidana (delict), ialah suatu perbuatan atau suatu rangkaian perbuatan yang sanggup dikenakan pidana. Pidana sanggup dibagi sebagai berikut:

1) Pidana Obyektif, (Jus Punale),
Yakni suatu tindakan (perbuatan) yang bertentangan dengan aturan dan mengindahkan akhir aturan yang oleh hukumdilarang oleh dengan ancaman hukum. Yang dijadikan titik utama dari pengertian obyektif disini yaitu tindakannya.
Pidana Obyektif yang sanggup dibagi:
a) Pidana Material
b) Pidana Formal (hukum Acara Pidana)

Pengertian dari Pidana Material, ialah peraturan-peraturan yang menegaskan:
(1) Perbuatan-perbuatan apa yang sanggup dihukum.
(2) Siapa yang sanggup dihukum.
(3) Dengan eksekusi apa menghukum seseorang.

Jadi eksekusi pidana material mengatur perumusan dari kejahatan dan pelanggaran serta syarat-syarat bila seseorang sanggup dihukum.
Pengertian dari Pidana Formal, ialah aturan yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana (merupakan pelaksanaan dari aturan pidana material).

2) Pidana Subyektif (Jus Puniendi),
Yaitu perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh undang-undang. Sifat unsur ini mengutamakan adanya pelaku (seorang atau beberapa orang).

3) Pidana Umum, ialah pidana yang berlaku terhadap setiap penduduk (berlaku terhadap siapapun juga diseluruh indonesia) kecuali anggota ketentaraan.

4) Pidana Khusus, ialah aturan pidana yang berlaku khusus untuk orang-orang tertentu.
Contoh:
a) Pidana Militer, berlaku khusus untuk anggota militer dan mereka yang dipersamakan dalam militer.
b) Pidana Pajak, berlaku khusus untuk perseorangan dan meraka yang membayar pajak (wajib pajak).

Maka bila ada sesuatu yang dilakukan oleh seseorang harus memenuhi persyaratan supaya sanggup dinyatakan sebagai insiden pidana, syarat yang harus dipenuhi sebagai insiden pidana ialah:
1) Harus ada suatu perbuatan. Maksudnya bahwa memang benar-benar ada suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang. Kegiatan itu terlihat sebagai suatu perbuatantertentu yang sanggup dipahami oleh orang lain sebagai sesuatu yang merupakan peristiwa.
2) Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan hukum, artinya perbuatan sebagai suatu insiden aturan memenuhi isi ketentuan aturan yang berlaku pada dikala itu. Pelakunya memang benar-benar telah berbuat sepertiyang terjadi danterhadapnya wajib mempertanggungjawabkan akhir yang timbul dari perbuatan itu.
3) Harus terbukti adana kesalahan yang sanggup dipertanggungjawabkan.
4) Harus berlawanan dengan hukum.
5) Harus tersedia ancaman hukumnya.

Pidana yaitu eksekusi berupa siksaan yang merupakan keistimewaan dan unsur yang terpenting dalam aturan pidana. Kita telah mengetahui bahwa sifat aturan ialah memaksa dan sanggup dipaksakan; dan paksaan itu perlu untuk menjaga tertibnya, diturutinya peraturan-peraturan hukum. Tapi dalam aturan Pidana paksaan itu disertai sesuatu siksaan atau penderitaan yang berupa hukuman. an itu majemuk jenisnya.

Menurut kitab undang-undang hukum pidana pasal 10 eksekusi atau pidana terdiri atas:
1.Pidana Mati.
2.Pidana Penjara:
3.Pidana seumur hidup.
4.Pidana penjara selama waktu tertentu (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya 1 tahun).
5.Pidana Kurungan, (sekurang-kurangnya 1 hari dan setinggi-tingginya 1 tahun).
6.Pidana denda.
7.Pidana tutupan.

2). Pidana Tambahan:
1) pencabutan hak-hak tertentu.
2) perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu.
3) pengumuman keputusan hakim.

an-hukuman itu telah dipandang perlu, semoga kepentingan umum sanggup tetap terjaga dan terjamin keselamatannya.
1. Pokok

a. an Mati
Sejak aturan pidana berlaku dicantumkan sebagai Wetboek van strafrecht voor nederlandsch Indie diadakan dan dilaksanakan eksekusi mati supaya masyarakat memperhatikan bahwa pwmwrintah tidak menghendaki adanya ganguan terhadap ketentraman yang sangat ditakuti umum. Pelaksanaan eksekusi mati dicantumkan dalam pasal 11 yang menyatakan bahwa “Pidana mati dijalankan oleh algojo atas penggantungan dengan mengikat leher si terhukum dengan sebuah jerat pada tiang penggantung dan menjatuhkan papan dari bawah kakinya”. Ketentuan pasal ini mengalami perunahan yang ditentukan dalam S. 1945:123 dan mulai berlaku semenjak tanggal 25 Agustus 1945. Pasal 1 aturan itu menyatakan bahwa “Menyimpang dari apa yang perihal hal ini ditentukan dalam undang-undang lain, eksekusi mati yang dijatuhkan pada orang-orang sipil (bukan militer), sepanjang tidak ditentukan lain oleh GubernurJenderal dilakukan secara menembak mati”. Maka eksekusi mati dilaksanakan dengan “menembak mati” terhukum.

b. an penjara
Penjara yaitu suatu tempat khusus dibuat dandigunakan para terhukum dalam menjalankan hukumannya sesuai putusan hakim. Demikian diharapkan terhukum kelak kalau selesai menjalankan hukumanya akan menjadi insyaf dan tidak mau lagi melaksanakan tindak pidana kejahatan. Maka Pemerintah mengubah fungsi penjara menjadi “Lembaga Pemasyarakatan” artinya para terhukum ditempatkan bersama dan proses penempatan serta kegiatannya sesuai jadwal semenjak terhukum masuklembaga disamping lamanya menjalani eksekusi itu.

c. an Kurungan
an kurungan hampir sama dengan eksekusi penjara hanya perbedaannya terletak pada sifat eksekusi yang ringan dan ancaman hukumannya pun ringan. Dalam pasal 18 dinyatakan bahwa lamnya kurungan sekurang-kurangnya satu hari dan tidak lebih dari satu tahun empat bulan.

d. an denda
Ketentuan an Denda dicantumkan dalam pasal 30-33. Pembayaran denda tidak ditentukan harus terpidana,maka akan dilakukan oleh setiap orang yang sanggup membayarnya. Pelaksanaan pembayaran yang demikian akan mengaburkan sifat hukumannya.

2. an Tambahan
an komplemen ini hanya sebagai penambah eksekusi pokok kalau dalam putusan hakim ditetapkan eksekusi tambahannya. Misalnya seorang warga negara Indonesia yang melaksanakan tindak pidana tertentu oleh hakim diputus dengan menjalankan eksekusi penjaran dan dicabut hak pilihanya dalam pemilihan umum yang akan datang.
1) Undang-Undang Pidana.
Undang-undang Pidana Ialah peraturan hidup (norma) yang ditetapkan oleh instansi kenegaraan yang berhak membuatnya, norma mana ditambah dengan ancaman eksekusi yang merupakan penderitaan (sanksi) terhadap barang siapa yang melanggarnya.
Sistematika Kitab Undang-undang Pidana (KUHP)
Kitab Undang-undang Pidana yang terdiri atas 569 pasal secara sistematik dibagi dalam:
- Buku I:Memuat perihal ketentuan-ketentuan umum (Algemene Leerstruken)Pasal 1–103,
- Buku II:mengatur perihal tindak Pidana Kejahatan (Misdrijven)pasal 104–488
- Buku III:mengatur perihal tindak pidana Pelanggaran (Overstredingen)Pasal 489 – 569.

Buku I sebagai Algemene leerstrukken mengatur mengenai pengertian dan asas-asas aturan pidana positif pada umumnya baik mengenai ketentuan-ketentuannya yang dicantumkan dalam buku II dan III maupun peraturan perundangan aturan pidana lainnya yang ada diluar KUHP.

2)Asas berlakunya Pidana.
Asas Nullum delictum ini memuat pengertian bahwa suatu perbuatan yang dilakukan tanpa Undang-undang yang sebelumnya telah mengatur perihal perbuatan itu tidak dipidanakan.
Asas Nullum delictum juga bertujuan melindungi kemerdekaan individu terhadap tindakan-tindakan sewenang-wenang dari peradilan Arbitrer pada zaman sebelum Revolusi Prancis (1789-1795).
Asas iitu mempunyai makna yang bertujuan melindungi individu (legalitas). Pasal 1 ayat 1 kitab undang-undang hukum pidana yang mempunyai asas legalitas itu mengandung beberapa pokok pemikiran sebagai berikut:
1) Pidana hanya berlaku terhadap perbuatan setelah adanya peraturan.
2) Dengan adanya hukuman pidana, maka aturan Pidana bermanfaat bagi masyarakat yang bertujuan tidak akan ada tindakan pidana lantaran setiap orang harus mengetahui lebuh dahulu peraturan dan ancaman aturan pidananya.
3) Menganut adanya kesamaan kepentingan yaitu selain memuat ketentuan perihal perbuatan pidana juga mengatur ancaman hukumanya.
4) Kepentingan umum lebih diutamakan dari kepentingan individu.
Asas legalitas ini mempunyai rancangan luas yang artinya dalam menyebarkan aturan pidana sanggup diadaptasi dengan perkembangan kehidupan masyarakat.

3). Ruang Lingkup Berlakunya Pidana.
Asas ruang lingkup berlakunya aturan aturan pidana itu ada empat, yakni:
1) Asas Teritorialitas (Teritorialiteits beginsel)
Ketentuan asas ini dicantumkan dalam pasal 2 yang menyatakan bahwa “Ketentuan Pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melaksanakan tindak pidana”. Bagi orang ajaib sebagai penghuni Indonesia, bila melaksanakan tindak pidana terhadapnya akan dikenakan tindak pidana aturan Indonesia. Berlakunya tindak pidana di Indonesia diperluas dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa “ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap kapal yang berbendera Indonesia dan bergerak diluar wilayah teritorial, maka aturan pidana terus mengikutinya.
2) Asas Nasionalitas Aktif (actief nationalitetsbeginsel)
Aturan Nasionalitas Indonesia tujuanya untuk melindungi kepentingan umum (nasional). Asas kepentingan Nasional dalam aturan Pidana Indonesia disebut “Nasionalitas Aktif” atau Personalitas (personalitetsbeginsel). Terhadap asas personalitas ini ada pembatasan hukumannya yang dicantumkan dalam pasal 6 dan menyatakan bahwa “berlakunya pasal 5 ayat 1 sub 2 itu dibatasi hingga tidak boleh dijatuhkan pidana mati untuk insiden yang tidak diancam dengan eksekusi mati berdasarkan undang-undang negara tempat insiden itu dilakukan”.
3) Asas Nasionalitas Pasif (pasief nationalitets beginsel)
Asas ini juga disebut “asas Perlindungan” (beschermingsbeginsel) bertujuan melindungi kepentingan terhadap tindakan baik warga negara sendiri maupun orang ajaib yang melaksanakan tindak pidana diluar wilayah Indonesia yang dilakukannya untuk menjatuhkanwibawa dan martabat Indonesia. Pasal 8 menyatakan bahwa “ketentuan pidana dalam Undang-undang Indonesia berlaku bagi nakhoda dan pelayar perahu Indonesia yang diluar wilayah, walaupun tidak berada diatas pelayaran, melaksanakan salah satu tindak pidana yang diterangkandalam Bab XXIX buku kedua dan Bab IX buku ketiga, demikian juga yang diterapkan dalam Peraturan umum perihal surat bahari dan pas kapal di Indonesia dan dalam Ordonansi kapal 1927.
4) Asas Universalitas (Universaliteits beginsel)
Asas Universalitas bertujuan untuk melindungi kekerabatan antarnegara tanpa melihat kewarganegaraan pelakunya. Yang diperhatikan yaitu kepentingan negara lain sebagai tempat dilakukan suatu tindak pidana tertentu. Tercantum dalam pasal 4 sub 4 yang menyatakan bahwa “melakukan salah satu kejahatan yang ditentukan dalam pasal 438, 444-446 perihal pembajakan dan yang ditentukan dalam pasal 447 perihal menyerahkan suatu perahu kapada kekuatan pembajak laut.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengantar Aturan Indonesia"

Post a Comment