Aturan Aturan Serta Sangsi Yang Di Berikan Kalau Tetap Memelihara Binatang Yang Dilindungi







Memang benar bahwa setiap orang tidak boleh menangkap hewan/satwa yang dilindungi dan bagi siapa yang melanggarnya, maka merupakan suatu tindak pidana. Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 wacana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya memperlihatkan definisi satwa, yakni semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat dan/atau di air, dan/atau di udara.


Kemudian, Pasal 20 ayat (1) UU 5/1990 menggolongkan jenis satwa, yang selengkapnya pasal tersebut berbunyi:

“Tumbuhan dan satwa digolongkan dalam jenis:

a.    tumbuhan dan satwa yang dilindungi;

b.    tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.”


Apa saja satwa-satwa yang dilindungi itu? Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 wacana Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa bahwa satwa yang dilindungi ialah sebagaimana terlampir dalam Peraturan Pemerintah ini, antara lain: orang utan, Harimau Jawa, Harimau Sumatera, Badak Jawa, Penyu, dan sebagainya.


Pada dasarnya, larangan perlakuan secara tidak masuk akal terhadap satwa yang dilindungi terdapat dalam Pasal 21 ayat (2) UU 5/1990 yang berbunyi:


“Setiap orang tidak boleh untuk

a.    menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;

b.    menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;

c.    mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

d.    memperniagakan, menyimpan atau mempunyai kulit, badan atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibentuk dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

e.    mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau mempunyai telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.”


Sanksi pidana bagi orang yang sengaja melaksanakan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) ialah pidana penjara paling usang 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) (Pasal 40 ayat [2] UU 5/1990).


Ada pengecualian bagi penangkapan satwa yang dilindungi tersebut, yaitu hanya sanggup dilakukan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan/atau evakuasi jenis tumbuhan dan satwa yang bersangkutan. Selain itu, pengecualian dari larangan menangkap satwa yang dilindungi itu sanggup pula dilakukan dalam hal oleh lantaran suatu alasannya ialah satwa yang dilindungi membahayakan kehidupan manusia. Membahayakan di sini berarti tidak hanya mengancam jiwa insan melainkan juga menjadikan gangguan atau keresahan terhadap ketenteraman hidup manusia, atau kerugian bahan menyerupai rusaknya lahan atau tumbuhan atau hasil pertanian (lihat Pasal 22 ayat [1] jo. ayat [3] dan Penjelasan Pasal 22 ayat [3] UU 5/1990).

menangkap satwa yang dilindungi merupakan suatu kejahatan, yakni dinamakan tindak pidana di bidang konservasi. Di samping itu, meskipun penangkapan satwa yang dilindungi itu dilakukan oleh masyarakat setempat secara turun-temurun, perbuatan menangkap (berburu) tersebut tetap dikategorikan sebagai kejahatan. Hal ini lantaran pasal-pasal di atas berlaku bagi “setiap orang …” tanpa terkecuali.


Kasus penangkapan binatang yang dilindungi ini sanggup kita jumpai dalam artikel Kejahatan Konservasi: Telaah Yuridis atas Pembunuhan Satwa Langka Dilindungi. Dalam artikel ini antara lain dikatakan bahwa tindak pidana terhadap binatang tidak hanya dikarenakan memang ada niat untuk menjual organ-organ dari satwa tersebut, yang kini banyak dicari lantaran diyakini sanggup menyembuhkan penyakit, tetapi juga lantaran satwa tersebut mulai mengganggu pemukiman warga. Gangguan satwa terhadap pemukiman warga ini dikarenakan aktifitas warga yang membuka lahan gres yang mengganggu habitat satwa. Tidak saja pemerintah, masyarakat luas mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam upaya penegakan aturan di bidang konservasi spesies satwa yang dilindungi. WWF Indonesia dan BKSDA Riau melaksanakan operasi bersama semenjak tahun 2005 dan menyita sedikitnya 101 jerat pemburu liar, 75 diantaranya berada di dalam daerah lindung Taman Nasional Tesso Nilo dan Rimbang Baling. Dari 101 jerat tersebut, 23 ialah jerat khusus untuk harimau, sedangkan sisanya untuk menangkap Babi Hutan, Kijang, Rusa dan Beruang Madu.
Contoh kasus penangkapan satwa yang dilindungi sanggup kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor: 304/Pid.B/2011/PN.Kpj. Dalam putusan tersebut diketahui bahwa terdakwa masuk daerah Taman Nasional lalu terdakwa mengeder (membentangkan) jaring dengan cara jaring tersebut terdakwa tarik atau bentangkan. Setelah terbentang terdakwa menunggu di sekitar jaring tersebut, kalau ada burung yang terjaring terdakwa mengambil burung tersebut lalu dimasukkan ke dalam kantong yang terbuat dari kertas. Terdakwa telah mengambil burung yang dilindungi undang-undang yaitu berupa: 2 (dua) ekor jenis resep madu, 4 (empat) ekor jenis kacamata, dan seekor jenis prenjak dengan cara menjaring. Berdasarkan fakta aturan di persidangan, Majelis Hakim beropini unsur dari Pasal 21 ayat (2) UU 5/1990 terpenuhi. Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melaksanakan tindak pidana “Menangkap satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup”. Hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan dan denda Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.

sumber 
UU No 5 tahun 1990 wacana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
PP No. 7 Tahun 1999 wacana Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Aturan Aturan Serta Sangsi Yang Di Berikan Kalau Tetap Memelihara Binatang Yang Dilindungi"

Post a Comment