Pembedaan (Pengelompokan) Aturan Pidana Dari Aneka Macam Segi

Apakah di Indonesia masih memberlakukan aturan pidana yang tidak tertulis ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita mesti memahami ketentuan yang tercantum dalam pasal 1 KUH Pidana, yang berbunyi :
  1. Tiada suatu perbuatan sanggup dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan. 
  2. Jika sehabis perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang-undangan, digunakan aturan yang paling ringan bagi terdakwa.
Dengan berpedoman pada ketentuan pasal 1 KUH Pidana tersebut, maka pada asasnya sanggup dikatakan bahwa tidak dikenal lagi aturan pidana tidak tertulis, alasannya yaitu dalam pasal 1 KUH Pidana tersebut memilih suatu dasar atau asas yang disebut  sebagai asas legalitas atau dalam bahasa latin disebut "Nulum delictum nulla poena sine praevia lege poenali". yang artinya suatu norma aturan pidana dan hukuman aturan pidana sudah terlebih dahulu ada pada suatu perundang-undangan sebelum suatu tindakan dilakukan. Akan tetapi pada masyarakat Indonesia masih dikenal adanya aturan adat, yang di dalamnya selainnya mengandung aturan-aturan/norma-norma juga mengandung sanksi-sanksi adat. Dan sebagian besar aturan budpekerti yang berlaku di dalam masyarakat Indonesia merupakan aturan yang tidak tertulis.

Oleh risikonya aturan pidana Indonesia sanggup dikelompokkan menjadi :

  • Hukum pidana tertulis dan tidak tertulis.
Sebagaimana disebutkan dalam ketentuan pasal 1 KUH Pidana tersebut, di mana kata perundang-undangan menawarkan bahwa ketentuan-ketentuan tersebut harus sudah tertulis terlebih dahulu. Akan tetapi, alasannya yaitu pada masyarakat Indonesia terdapat beraneka ragam aturan budpekerti yang hingga ketika ni masih diakui berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila, maka di Indonesia terbatas pada kasus-kasus tertentu masih berlaku juga aturan pidana tidak tertulis (hukum adat). Atau dengan kata lain, bahwa sistem aturan pidana Indonesia selain mengenal adanya aturan pidana tertulis sebagaimana diamanatkan dalam pasal 1 KUH Pidana, juga dengan tidak mengesampingkan asas legalitas dikenal juga aturan pidana tidak tertulis sebagai akhir dari masih diakuinya aturan yang hidup dalam masyarakat yaitu hukum adat.

Berkaitan dengan hal tersebut ada perbedaan pendapat di antara para sarjana, misalkan :
  • Ruslan Saleh menyebutkan bahwa tidak seorangpun juga boleh dituntut untuk dieksekusi atau dijatuhi hukuman, kecuali alasannya yaitu suatu aturan aturan yang sudah ada dan berlaku terhadapnya. Ruslan Saleh menggunakan istilah aturan hukum, yang mencakup aturan tertulis dan tidak tertulis. Dengan demikian, untuk berlakunya aturan pidan budpekerti atau delik budpekerti diberikan dasar. 
  • Dr. Wirjono menyebutkan bahwa maka tidaklah ada aturan budpekerti kebiasaan atau gewoonterecht dalam rangkaian aturan pidana. 
  • Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman mengakomodir berlakunya aturan adat, sebagaimana tersebut dalam salah satu pasalnya yang berbunyi "Hakim sebagai penegak aturan dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai aturan yang hidup dalam masyarakat. 

Selain dari pengelompokan aturan pidana tersebut, tertulis dan tidak tertulis tersebut, hal penting dari aturan pidana Indonesia yaitu bahwa aturan pidana Indonesia sanggup dikelompokkan menurut sudut pandang tertentu, yaitu :

1. Hukum pidana sebagai aturan positif.
Dalam memperbandingkan aturan masa sekarang (hukum positif, ius constitutum) dengan aturan yang dicita-citakan (hukum filsafat, ius constituendum), aturan pidana termasuk aturan positif, maksudnya rangkaian aturan yang berlaku hingga ketika ini.

2. Hukum pidana sebagai bab aturan publik.
Hukum pidana merupakan bab dari hukum publik, disamping aturan manajemen atau aturan tata perjuangan negara dan aturan tata negara. Adanya beberapa materi dalam aturan pidana yang berbau aturan perdata, menyerupai penuntutannya dititik beratkan kepada yang dirugikan, sebagaimana dalam kejahatan penghinaan, pencurian dalam keluarga, dan lain-lain hanyalah merupakan pengecualian saja.

3. Hukum pidana obyektif dan aturan pidana subyektif.
Hukum pidana obyektif (ius poenale) yaitu seluruh garis aturan mengenai tingkah laris yang diancam dengan pidana, mengenai jenis dan macam pidana, dan bagaimana pidana itu sanggup dijatuhkan dan dilaksanakan pada waktu tertentu dan dalam batas-batas kawasan aturan tertentu.  Dengan kata lain, semua warga dari kawasan aturan tersebut wajib menaati aturan pidana tersebut. Sedangkan hukum pidana subyektif (ius puniendi) yaitu merupakan hak dari penguasa untuk mengancam suatu pidana kepada suatu tingkah laris tertentu sebagaimana digariskan dalam aturan pidana obyektif, mengadakan penyidikan, menjatuhkan pidana dan mewajibkan terpidana melakukan pidana yang dijatuhkan. 

4. Hukum pidana materiil dan aturan pidana formil.
Hukum pidana materiil beriskan tingkah laris yang diancam dengan pidana, siapa yang sanggup dipidana dan banyak sekali macam pidana yang sanggup dijatuhkan. Dengan kata lain aturan pidana materiil berisikan norma dan hukuman aturan pidana serta ketentuan-ketentuan umum yang membatasi, memperluas atau menjelaskan norma dan pidana tersebut. Sedangkan aturan pidana formil atau disebut juga hukum program pidana adalah seluruh ketentuan hukum, yang menjadi dasar atau aliran bagi penegak aturan dan keadilan untuk melakukan ketentuan-ketentuan aturan pidana materiil. Dengan kata lain, aturan pidana formil mengatur ihwal bagaimana caranya negara dengan perantaraan badan-badan yang terkait (kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman) sanggup menjalankan kewajibannya untuk menyidik, menuntut, menjatuhkan dan melakukan pidana.

5. Hukum pidana terkodifikasi dan tersebar.
Hukum pidana terkodifikasi yaitu aturan pidana yang telang dikumpulkan dan dibukukan, contohnya KUH Pidana. Syarat pengkodifikasian yaitu harus mendasarkan pada ilmu pengetahuan aturan pidana yang tinggi dan menyeluruh, harus menerima kontribusi dari masyarakat dan harus dibukukan secara sistematis, sehingga gampang untuk dipelajari. Keberatan terhadap pengkodifikasian aturan pidana yaitu alasannya yaitu perkembangan aturan demikian cepatnya, sedangkan pengubahannya biasanya sulit. Suatu pengubahan, pengurangan atau penambahan terhadap materi undang-undang yang sudah ada harus dilakukan dengan undang-undang yang setingkat atau atauran yang lebih tinggi tingkatannya.

6. Hukum pidana umum dan aturan pidana khusus.
Hukum pidana umum (ius commune) adalah ketentuan-ketentuan aturan pidana yang berlaku  secara umum bagi semua orang. Sedangkan hukum pidana khusus yaitu karena pengaturannnya dilakukan secara khusus, maka berlakunya pun dikhususkan kepada suatu golongan tertentu atau suatu tindakan tertentu.  Ada kalanya juga kekhususannya dititik beratkan  pada program penyelesaian kasus yang bersangkutan.

Semoga bermanfaar.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pembedaan (Pengelompokan) Aturan Pidana Dari Aneka Macam Segi"

Post a Comment