Kemampuan Bertanggung Jawab Dan Batas Usia Belum Sampaumur Dalam Aturan Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana) memperlihatkan aturan-aturan wacana hal-hal yang menghapuskan, mengurangkan atau memberatkan pengenaan pidana pada pelaku tindak pidana. Hal tersebut berkaitan dekat dengan kemampuan bertanggung jawab dan batas usia belum dewasa-nya pelaku tindak pidana, sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 44 dan pasal 45 KUH Pidana. Sedangkan ketentuan pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana yang belum dewasa diatur dalam ketentuan pasal 46 dan pasal 47 KUH Pidana.

Pelaku tindak pidana sanggup dikatakan tidak bisa bertanggung jawab secara pidana, apabila mereka memenuhi ketentuan pasal 44 KUH Pidana, yang berbunyi :

  1. Barang siapa melaksanakan perbuatan yang tidak sanggup dipertanggung jawabkan padanya, disebabkan lantaran jiwanya cacat dalam tumbuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu lantaran penyakit (ziekelijke storing), tidak dipidana.
  2. Jika ternyata bahwa perbuatan tidak sanggup dipertanggungjawabkan padanya disebabkan lantaran jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu lantaran penyakit, maka hakim sanggup memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa, paling usang satu tahun sebagai waktu percobaan. 
  3. Ketentuan tersebut dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri. 

Ketidak-mampuan bertanggung jawab sebagaimana diatur dalam pasal 44 KUH Pidana tersebut yaitu berkaitan dengan kondisi jiwa yang cacat (idiot dan penyakit yang sejenis), terganggu jiwanya (gila dan kondisi kejiwaan yang sejenis), serta kondisi ketidak-sadaran dalam melaksanakan suatu perbuatan. Sedangkan ketidak-mampuan bertanggung jawab berkaitan dengan seorang anak didasarkan pada, apakah anak itu sudah sanggup membedakan antara yang baik dan tidak baik. Penentuan ketidak-mampuan bertanggung jawab seorang anak dilakukan oleh hakim.

Menurut peraturan yang berlaku sekarang, sistem pertanggungjawaban belum dewasa tidak lagi didasarkan pada bisa tidaknya belum dewasa tersebut bertanggung jwab. Asal jiwa belum dewasa tersebut sehat dianggap bisa bertanggung jawab dan sanggup dituntut secara pidana. Hanya saja, terhadap anak yang dianggap bisa bertanggung jwab, yang melaksanakan tindak pidana, masih tetap diadakan kemungkinan untuk tidak dipidana, dengan alasan :
  • Anak tersebut belum mengerti dan memahami nilai dan akhir dari tindakan yang dilakukannya.
  • Anak tersebut belum mengerti dan memahami bahwa tindakan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang tercela dan merugikan kepentingan umum. 

KUH Pidana memperlihatkan batasan untuk anak yang dianggap belum dewasa yaitu berumur kurang dari 16 tahun. Sehingga apabila belum dewasa yang belum berusia 16 tahun (belum dewasa) tersebut melaksanakan tindak pidana, maka hakim dalam putusannya sanggup membebaskan atau tidak menjatuhkan pidana apapun, dan memerintahkan hal-hal sebagaimana diatur dalam pasal 45 dan pasal 46 KUH Pidana ;

Pasal 45 KUH Pidana, menyebutkan : "Dalam menuntut orang yang belum dewasa (minderjarig) lantaran melaksanakan perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim sanggup memilih :
  • memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya, atau pemeliharaannya, tanpa pidana apapun, atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah, tanpa pidana apapun, yaitu bila perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut pasal 489, 490, 492, 497, 503, 505, 514, 517 - 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun semenjak dinyatakan salah lantaran melaksanakan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya menjadi tetap, atau menjatuhkan pidana.

Pasal 46 KUH Pidana, menyebutkan :
  1. Jika hakim memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah, maka kemudian dimasukkan dalam rumah pendidikan negara, supaya mendapatkan pendidikan dari pemerintah atau atau di kemudian hari dengan caralain, atau diserahkan kepada seorang tertentu atau kepada sesuatu tubuh hukum, yayasan atau forum amal untuk menyelenggarakan pendidikannya, atau dikemudian hari, atas tanggungan pemerintah, dengan cara lain dalam kedua hal di atas paling usang hingga umur delapan belas tahun.
  2. Aturan untuk melaksanakan ayat 1 pasal ini ditetapkan dengan undang-undang.

Selain itu, terhadap belum dewasa yang belum dewasa hakim juga sanggup menjatuhkan pidana, sebagaimana ketentuan pasal 47 KUH Pidana, yang berbunyi :
  1. Jika hakim menjatuhkan pidana, maka maksimum pidana pokok terhadap perbuatan pidananya dikurangi sepertiga.
  2. Jika perbuatan merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka dijatuhkan pidana penjara paling usang lima belas tahun.
  3. Pidana perhiasan yang tersebut dalam pasal 10 sub b, nomor 1 dan 3, tidak sanggup dijatuhkan.

Pengembalian kepada orang bau tanah atau wali atau penyerahan kepada pemerintah, bukanlah suatu pidana, melainkan suatu ketentuan perbaikan (opvoedende maatregel). Ketentuan pasal 45 KUH Pidana tersebut merupakan penyimpangan dari asas peradilan dalam Hukum Acara Pidana, dimana menyebutkan bahwa : "Apabila hakim memperoleh keyakinan bahwa seseorang terdakwa telah terbukti melaksanakan suatu tindak pidana, maka terdakwa tersebut harus dipidana." Penyimpangan tersebut terjadi lantaran undang-undang memperlihatkan wewenang kepada hakim untuk tidak memidana seorang anak yang belum berusia 16 tahun atau belum dewasa yang melaksanakan tindak pidana. 

Sedangkan maksud dari "menyerahkan kepada pemerintah" yaitu biar pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia memperlihatkan pendidikan paksa kepada anak tersebut, dengan tujuan perbaikan, sehingga di kemudian hari anak tersebut sanggup kembali ke masyarakat sebagai orang baik-baik, di samping tentunya melindungi masyarakat dan anak itu sendiri. 

Semoga bermanfaat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kemampuan Bertanggung Jawab Dan Batas Usia Belum Sampaumur Dalam Aturan Pidana"

Post a Comment