Pengertian Penuntutan Dan Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Aturan Pidana

Apa yang dimaksud dengan penuntutan diatur dalam ketentuan pasal 1 ayat 7 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAPidana), yang berbunyi :

  • Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan masalah pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan berdasarkan cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan undangan biar diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.

Sedangkan pihak yang berwenang untuk melaksanakan penuntutan ialah penuntut umum dalam hal ini ialah jaksa. Sebagaimana ditentukan dalam :
  • Pasal 13 KUHAPidana, yang berbunyi : "Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melaksanakan penuntutan dan melaksakan  penetapan hakim."
Sedangkan yang dimaksud dengan jaksa selaku penuntut unum ialah sebagaimna diatur dalam ketentuan pasal 1 ayat 6 aksara a KUHAPidana, yang berbunyi :
  • Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan aturan tetap.                       

Dalam menjalankan tugasnya penuntut umum diberikan kewenangan-kewenangan sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 14 KUHAPidana, yang berbunyi : Penuntut umum memiliki wewenang :
  1. Menerima dan menilik berkas masalah penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu.
  2. Mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat 3 dan ayat 4, dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik. 
  3. Memberikan perpanjangan penahan, melaksanakan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik.
  4. Membuat surat dakwaan.
  5. Melimpahkan masalah ke pengadilan.
  6. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa perihal ketentuan hari dan waktu masalah disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk tiba pada sidang yang telah ditentukan.
  7. Melakukan penuntutan.
  8. Menutup masalah demi kepentingan hukum.
  9. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup kiprah dan tanggung jawab sebagai penuntut umum berdasarkan ketentuan undang-undang ini.
  10. Melaksanakan penetapan hakim.

Sebagaimana diatur dalam KUHAPidana, subyek yang dituntut ialah seseorang yang sebelumnya telah disidik oleh penyidik. Seseorang yang disidik oleh penyidik disebut tersangka, sedangkan terhitung semenjak perkaranya ditangani oleh penuntut umum dan berkas perkaranya dilimpahkan ke pengadilan seseorang tersebut disebut terdakwa atau orang yang dituntut.

Pada asasnya semua pelaku dari suatu tindak pidana harus dituntut di muka sidang pengadilan pidana, akan tetapi dalam hal-hal tertentu baik secara umum maupun khusus, undang-undang menawarkan pengecualiannya yaitu berupa peniadaan dan atau penghapusan tuntutan. Secara umum peniadaan penuntutan atau penghapusan hak menuntut diatur dalam Bab VIII Buku I KUH Pidana, khususnya dalam pasal 76, 77, 78, dan 82 KUH Pidana.

Pasal 76 KUH Pidana, menuntukan :
(1) Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi (herziening), orang dilarang dituntut dua kali alasannya ialah perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap.
Dalam artian hakim Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang memiliki pengadilan-pengadilan tersebut.
(2) Jika putusan yang menjadi tetap berasal dari hakim lain, maka terhadap orang itu dan alasannya ialah perbuatan pidana itu pula, dilarang diadakan penuntutan dalam hal :
  1. putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau pelepasan dari tuntutan.
  2. putusan berupa pemidanaan dan pidananya telah dijalani seluruhnya atau telah diberi ampun atau wewenang untuk menjalankannya telah hapus alasannya ialah daluwarsa.
Pasal 76 KUH Pidana ini dikenal dengan istilah ne bis in idem.

Pasal 77 KUH Pidana, memilih :
  • Kewenangan menuntut pidana hapus jikalau terdakwa meninggal dunia.

Pasal 78 KUH Pidana, memilih :
(1) Kewenangan menuntut pidana hapus alasannya ialah daluwarsa :
  1. mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, setelah satu tahun.
  2. mengenai kejahatan yang diancam dengan denda, kurungan, atau pidana penjara paling usang tiga tahun, setelah enam tahun.
  3. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, setelah dua belas tahun.
  4. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup. setelah delapan belas tahun.
(2) Bagi orang yang pada ketika melaksanakan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga.

Pasal 82 KUH Pidana, memilih : 
(1) Kewenangan menuntut pelanggaran yang diancam dengan denda saja, menjadi hapus, kalau dengan sukarela dibayar maksimum denda dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah dimulai, atas kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh aturan-aturan umum, dan dalam waktu yang ditetapkan olehnya.
(2) Jika disamping denda ditentukan perampasan, maka barang yang dikenai perampasan harus diserahkan pula, atau harganya harus dibayar berdasarkan taksiran pejabat tersebut dalam ayat 1.
(3) Dalam hal-hal pidana diperberat alasannya ialah pengulangan, pemberatan itu tetap berlaku, sekalipun kewenangan menuntut pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan lebih dulu telah hapus berdasarkan ayat 1 dan ayat 2 pasal ini.
(4) Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini tidak berlaku bagi orang yang anak-anak yang pada ketika melaksanakan perbuatan belum berumur enam belas tahun.

Selain dari ketentuan umum tersebut, peniadaan penuntutan atau penghapusan hak penuntutan juga diatur secara khusus dalam :
  • Pasal 483, 484 jo pasal 61 dan 62 KUH Pidana yaitu mengenai delik pers.
  • Pasal 166 KUH Pidana. 
  • Pasal 221 ayat 2 KUH Pidana.
  • Pasal-pasal yang mengatur perihal delik aduan.
  • Aturan-aturan lain diluar KUH Pidana yang mengatur perihal peniadaan penuntutan atau penghapusan hak penuntutan.
Selain dari ketentuan-ketentuan tersebut, penghapusan penuntutan juga sanggup dilakukan apabila presiden menawarkan amnesti atau abolisi.

Semoga bermanfaat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengertian Penuntutan Dan Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Aturan Pidana"

Post a Comment