Ajaran Alasannya Akhir Dalam Aturan Pidana

Setiap insiden yang terjadi niscaya ada penyebabnya. Setiap penyebab mengundang suatu akibat. Penyebab tersebut sanggup berupa suatu perbuatan tertentu atau sanggup juga berupa suatu kehendak, suatu keadaan, atau yang lainnya. Dalam aturan pidana, pencarian peyebab tersebut tidak terbatas hanya pada suatu tindakan yang sanggup dipidana saja, melainkan juga berlaku untuk semua kejadian atau insiden yang terjadi. 

Dalam suatu tindak pidana yang terjadi, akan selalu dipersoalkan apa yang mesti diartikan dengan alasannya yang mengakibatkan suatu jawaban tertentu dalam hubungannya dengan pelaku. Oleh hasilnya sangatlah penting mempelajari duduk kasus alasannya akibat. Dengan mempelajari duduk kasus alasannya akibat, akan sanggup :
  • Mengetahui dan memilih kekerabatan alasannya dan akibat, yang berarti memilih ada atau tidaknya telah terjadi suatu tindak pidana (suatu tindakan yang sanggup dipidana).
  • Menentukan siapa yang harus dipertanggungjawabkan atas suatu jawaban tertentu yang berupa suatu tindak pidana. 

Teori wacana alasannya akibab :
1. Teori Syarat (conditio sine qua non).
Menurut teori syarat, suatu kejadian yang merupakan jawaban biasanya ditimbulkan oleh beberapa insiden atau keadaan  atau faktor yang satu sama lainnya merupakan suatu rangkaian yang berhubungan. Beberapa insiden atau kejadian atau faktor tersebut merupakan syarat yang menjadikan timbulnya suatu akibat. Atau dengan kata lain, tanpa adanya syarat tersebut, tidak akan timbul suatu akibat.
Tokoh dari teori syarat yakni Von Buri, yang menyampaikan bahwa yang dianggap sebagai syarat yakni setiap insiden atau faktor yang jikalau ditiadakan, maka tidak akan terjadi suatu akibat. Penganut dari aliran Von Buri antara lain Van Hamel, Zevenbergen, Vos, dan Noyon Langemeyer.

2. Teori Khusus (individualiserende theorie).
Menurut teori khusus, dalam mencari alasannya dari suatu jawaban dibatasi oleh satu atau beberapa insiden atau faktor  saja yang dianggap berpadanan, paling akrab atau seimbang dengan timbulnya suatu akibat.
Tokoh dari teori khusus yakni Traeger. Traeger mengadakan pembedaan antara rangkaian peristiwa-peristiwa dan mencari salah satu dari peristiwa-peristiwa tersebut yang paling akrab mengakibatkan jawaban yang dihentikan oleh undang-undang. Traeger hanya mencari satu insiden saja yang harus dianggap sebagai alasannya dari jawaban yang terjadi. Ajaran ini akan membatasi suatu insiden yang harus dianggap sebagai sebab, mendasarkan penelitian pada fakta sesudah delik terjadi (post factum), oleh lantaran itu aliran ini disebut sebagai teori khusus atau individualiserende theorie. 
Teori khusus ini terus mengalami perkembangan, dan terbagi menjadi beberapa teori, diantaranya :
  • Teori efek terbesar (die meist bedingung), yang dikemukakan oleh Birk Meyer. Teori ini menentukan, sebagai alasannya dari suatu jawaban yakni insiden yang paling besar pengaruhnya pada timbulnya jawaban tersebut. 
  • Teori yang paling menentukan (die doorslag geeft), yang dikemukakan oleh Binding. Teori ini menyatakan bahwa insiden yang dianggap sebagai alasannya yakni insiden positif atau yang menjurus kepada timbulnya akibat, yang lebih memilih dari pada insiden negatif yang menahan biar jawaban tidak timbul (overwicht van positieve over negatieve voorwaarden).
  • Teori kepastian (die art des werdens), yang dikemukakan oleh Kohler. Teori ini menyatakan bahwa yang harus dianggap sebagai alasannya yakni insiden yang niscaya mengakibatkan suatu akibat. 

3. Teori Umum (generaliserende theorie).  
Teori ini mendasarkan penelitiannya kepada fakta sebelum delik terjadi (ante factum), yaitu pada fakta yang pada umumnya berdasarkan perhitungan yang layak, sanggup dianggap sebagai alasannya yang mengakibatkan jawaban tersebut. 
Pada perkembangannya, teori umum ini terbagi menjadi beberapa teori yang berbeda, di mana perbedaannya bertitik tolak pada pengertian dari istilah perhitungan yang layak. Teori-teori yang mendasarkan pada teori umum, diantaranya yakni : 
  • Teori keseimbangan subyektif (adaequatie theorie), yang dikemukakan oleh Von Kries. Ajaran ini menyataka bahwa insiden yang harus dianggap sebagai alasannya dari pada jawaban yang timbul yakni insiden yang berdasarkan perhitungan yang layak seimbang dengan jawaban tersebut. Yang dimaksud dengan perhutungan yang layak dalam teori ini yakni insiden yang diketahui atau yang harus diketahui oleh pelaku. 
  • Teori keseimbangan obyektif, yang dikemukakan oleh Rumelin. Ajaran ini menyampaikan bahwa yang dimaksud dengan perhitungan yang layak yakni bukan hanya apa yang diketahui oleh pelaku, tetapi juga apa yang kemudian diketahui oleh hakim, walaupun hal tersebut sebelumnya tidak dketahui oleh pelaku. 
  • Teori keseimbangan gabungan, yang dikemukakan oleh Simons. Ajaran ini menyampaikan bahwa yang dimaksud dengan perhitungan yang layak yakni berdasarkan pengalaman manusia. 

Di samping teori-teroi tersebut di atas, masih banyak lagi teori-teori wacana alasannya jawaban yang dikemukakan oleh banyak sarjana.  Misalkan Pompe, yang menggabungkan antara teori umum dan teori khusus. Menurut Pompe, sebagai alasannya dari suatu jawaban yakni insiden yang padanya terletak kekuatan yang mengakibatkan suatu jawaban tertentu. Selain itu juga faktor-faktor yang meliputi timbulnya jawaban tersebut, lantaran faktor yang demikian itu nyatanya akan mengakibatkan akibat. Sehingga berdasarkan Pompe, untuk penentuan alasannya sehubungan dengan aturan pidana sanggup dipakai teori umum keseimbangan dalam pengertian pencakupan, dan sanggup juga dipakai teori khusus dalam pengertian kekuatan.

Semoga bermanfaat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ajaran Alasannya Akhir Dalam Aturan Pidana"

Post a Comment