Asas-Asas Perjanjian



ASAS-ASAS PERJANJIAN DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

Dalam menciptakan suatu perjanjian tentunya kita juga harus memperhatikan asas-asas yang ada pada perjanjian tersebut. Hukum Perjanjian Indonesia mengenal 5 asas penting yang biasa digunakan, yaitu antara lain:
      1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
Asas kebebasan berkontrak terdapat dalam Pasal 1338 KUHPrdt, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibentuk secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas ini merupakan suatu asas yang menunjukkan kebebasan kepada para pihak untuk:
a.       menciptakan atau tidak menciptakan perjanjian;
b.      mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
c.       memilih isis perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta
d.      memilih bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan. 
      2. Asas Konsensualisme (concensualism)
Asas konsensualisme sanggup disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPer. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yakni adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan yakni persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibentuk oleh kedua belah pihak.
 Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPer yakni berkaitan dengan bentuk perjanjian.
         3.  Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)
Asas kepastian aturan atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berafiliasi dengan akhir perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibentuk oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka dihentikan melaksanakan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibentuk oleh para pihak.  Asas pacta sunt servanda sanggup disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer.
      4. Asas Itikad Baik (good faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPer yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan perilaku dan tingkah laris yang kasatmata dari subjek. Pada itikad yang kedua, evaluasi terletak pada nalar sehat dan keadilan serta dibentuk ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) berdasarkan norma-norma yang objektif.
         5. Asas Kepribadian (personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang memilih bahwa seseorang yang akan melaksanakan dan/atau menciptakan kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini sanggup dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPrdt. Pasal 1315 KUHPrdt menegaskan:
“Pada umumnya seseorang tidak sanggup mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.”
Inti ketentuan ini sudah terang bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.
Pasal 1340 KUHPrdt berbunyi:
“Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.”
Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibentuk oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana dalam Pasal 1317 KUHPrdt yang menyatakan:
“Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, kalau suatu perjanjian yang dibentuk untuk diri sendiri, atau suatu dukungan kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.”
Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang sanggup mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPrdt, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan jago warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUHPrdt mengatur ihwal perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPrdt untuk kepentingan dirinya sendiri, jago warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPrdt mengatur ihwal pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPrdt mempunyai ruang lingkup yang luas.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Asas-Asas Perjanjian"

Post a Comment