Jawaban Tergugat, Gugat-Ginugat (Gugatan Rekonpensi), Dan Eksepsi

Ketiga dilema tersebut, jawaban tergugat, gugat-ginugat, dan eksepsi, satu sama lain bekerjasama dengan bersahabat dan pada umumnya diajukan secara bahu-membahu dalam jawaban tergugat.

Jawaban tergugat diajukan sesudah perjuangan perdamaian yang dilakukan oleh hakim tidak berhasil. Pada awalnya H.I.R menghendaki jawaban tergugat diajukan secara lisan, hal ini alasannya memang pada waktu itu H.I.R dimaksudkan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk orang-orang pribumi yang dianggapnya masih bodoh. Namun dalam perkembangan aturan program perdata dan banyaknya masalah yang diajukan di pengadilan, terutama di kota-kota besar, dan oleh alasannya cukup umur ini banyak orang yang berperkara menguasakannya kepada pengacara atau advokat, maka ketika ini jawaban tergugat sudah lazim diajukan secara tertulis. Apabila dikehendaki jawaban yang diajukan secara tertulis itu dijawab kembali secara tertulis pula oleh pihak penggugat, yaitu dengan mengajukan replik. Selanjutnya replik ini sanggup dijawab kembali oleh pihak tergugat dengan duplik. Apabila masih dikehendaki, kedua belah pihak masih sanggup mengajukan kesimpulan lanjutan, sebelum mereka mohon putusan dengan penawaran bukti atau mohon putusan o.a.b (onder aanbod van bewijs). 

Jawaban tergugat sanggup terdiri dari dua macam, yaitu :
  1. Jawaban yang tidak pribadi mengenai pokok masalah yang disebut tangkisan atau eksepsi.
  2. Jawaban yang pribadi mengenai pokok masalah (verweerten principale).
H.I.R hanya mengenal satu macam eksepsi atau tangkisan, yaitu eksepsi perihal tidak berkuasanya hakim, yang terdiri dari dua macam, yaitu :
  • Eksepsi yang menyangkut kekuasaan absolut.
  • Eksepsi yang menyangkut kekuasaan relatif.
Kedua macam eksepsi tersebut termasuk eksepsi yang menyangkut acara, yang dalam program perdata disebut eksepsi prosesuil. Termasuk juga dalam eksepsi prosesuil yakni :
  • Eksepsi bahwa dilema yang sama telah pernah diputus dan bahwa putusannya telah memperoleh kekuatan aturan yang tetap.
  • Eksepsi bahwa dilema yag sama sedang pula diperiksa oleh pengadilan negeri yang lain atau masih dalam taraf banding atau kasasi.
  • Eksepsi bahwa yang bersangkutan tidak memiliki kualifikasi atau sifat untuk bertindak.

Eksepsi yang berdasarkan aturan materiil (eksepsi materiil) terbagi menjadi dua macam, yaitu :
  1. Eksepsi dilatoir, yaitu eksepsi yang menyatakan bahwa somasi penggugat belum sanggup dikabulkan. Misalnya oleh alasannya penggugat telah memperlihatkan penundaan pembayaran.
  2. Eksepsi peremptoir, yaitu eksepsi yang menghalangi dikabulkannya gugatan. Misalnya, oleh alasannya somasi yang diajukan telah lampau waktu atau kedaluwarsa. Atau sanggup juga alasannya utang yang menjadi dasar somasi telah dihapuskan. 

A. Eksepsi Mengenai Kekuasaan Relatif.
Eksepsi mengenai kekuasaan relatif yakni eksepsi yang menyatakan bahwa pengadilan negeri tertentu yakni tidak berkuasa mengadili masalah tertentu. Misalnya saja oleh alasannya masalah tersebut bukan merupakan wewenang pengadilan negeri tertentu, tetapi merupakan wewenang pengadilan negeri yang lain. Eksepsi ini diatur dalam :
  • Pasal 125 ayat 2 H.I.R yang berbunyi : "Jikalau si tergugat, walaupun dipanggil dengan patut, tidak menghadap pada hari yang telah ditentukan, dan tidak juga menyuruh seorang lain untuk menghadap selaku wakilnya, maka tuntutan itu diterima dengan keputusan tak hadir, kecuali bila konkret kepada pengadilan negeri, bahwa tuntutan itu melawan hak atau tidak beralasan".
  • Pasal 133 H.I.R yang berbunyi : "Jika si tergugat dipanggil menghadap pengadilan negeri, sedang berdasarkan yang ditentukan dalam pasal 118 H.I.R, ia tak usah menghadap pengadilan negeri itu, bolehlah ia, asal berlaku dengan segera pada permulaan sidang pertama, menuntut semoga hakim mengaku bahwa ia tidak berkuasa, tuntutan itu tidak akan diperhatikan lagi, kalau si tergugat telah mencampurkan diri dalam sesuatu perlawanan lain".
  • Pasal 136 H.I.R yang berbunyi : "Perlawanan yang sekiranya hendak dikemukakan oleh si tergugat, dikecualikan hanya hal-hal hakim tidak berkuasa, dihentikan dikemukakan dan ditimbang satu-satu, tetapi harus dibicarakan dan diputuskan sekaligus dengan pokok perkara".
Eksepsi semacam tersebut di atas tidak diperkenankan untuk diajukan pada setiap waktu, melainkan harus diajukan pada permulaan sidang, yaitu sebelum tergugat menjawab pokok perkara, baik secara ekspresi atau tertulis. Apabila eksepsi tersebut terlambat diajukan, maka eksepsi tersebut tidak akan diterima oleh pengadilan.

B. Eksepsi Mengenai Kewenangan Absolut.
Eksepsi mengenai kekuasaan diktatorial yakni eksepsi yang menyangkut bahwa pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili masalah tertentu, dikarenakan dilema yang menjadi dasar somasi tidak termasuk wewenang pengadilan negeri, akan tetapi merupakan kewenangan tubuh peradilan yang lain. Misalnya, somasi perceraian yang diajukan di pegadilan negeri, sedangkan mereka menikah di kantor urusan agama, oleh alasannya mereka beragama Islam.
Eksepsi mengenai kewenangan diktatorial diatur dalam pasal 134 H.I.R yang menyatakan :
  • "Tetapi dalam perselisihan itu mengenai suatu masalah yang tiada masuk kekuasaan pengadilan negeri, maka [pada sebarang investigasi masalah itu, boleh dituntut, semoga hakim mengaku dirinya tidak berhak dan hakim sendiri berwajib mengakui itu alasannya jabatannya".  
Eksepsi mengenai kekuasaan diktatorial sanggup diajukan setiap waktu selama investigasi masalah berlangsung, bahkan hakim wajib alasannya jabatannya, artinya tanpa diminta oleh pihak tergugat, untuk memecahkan soal berkuasa tidaknya hakim menyidik dilema tersebut dengan tidak usah menunggu diajukannya keberatan dari pihak yang berperkara.

Jawaban tergugat yang mengenai pokok masalah hendaknya dibentuk dengan jelas, pendek, dan berisi, pribadi menjawab pokok dilema dengan mengemukakan alasan-alasan yang berdasar. Membuat jawaban yang panjang lebar dan tidak berisi berarti membuang waktu dan tenaga dengan percuma.

Sedangkan perihal gugat-ginugat, somasi balasan, somasi balik, atau gugatan rekonpensi diatur dalam pasal 132 a dan pasal 132 b H.I.R. Kedua pasal tersebut memberi kemungkinan bagi tergugat atau para tergugat, apabila ia atau mereka kehendaki, dalam semua masalah untuk mengajukan somasi akhir atau somasi balik terhadap penggugat. Karena somasi balik merupakan akhir terhadap somasi yang telah diajukan oleh penggugat, maka tidak dibenarkan apabila tergugat kesatu misalnya, kemudian menggugat tergugat lainnya, melainkan somasi akhir harus ditujukan kepada kepada penggugat atau para penggugat, atau salah seorang atau beberapa orang dari penggugat saja oleh tergugat atau para tergugat atau turut tergugat.

Gugatan balik (gugat rekonpensi) diajukan bahu-membahu dengan jawaban, baik itu merupakan jawaban ekspresi maupun tertulis. Dalam praktek somasi balik sanggup diajukan selama belum dimulai dengan pemeriksanaan bukti, artinya belum pula dimulai dengan mendengarkan keterangan dari saksi-saksi.

Pada sasnya somasi abalik atau somasi rekonpensi sanggup diajukan diajukan dalam setiap perkara, pengecualiannya yakni dalam 4 hal sebagaimana disebutkan dalam pasal 132 a H.I.R, yaitu :
  1. Jika penggugat dalam somasi asal mengenai sifat, sedangkan somasi akhir tersebut mengenai dirinya sendiri dan sebaliknya.
  2. Jika pengadilan negeri, kepada siapa somasi asal itu dimasukkan, tidak berhak, oleh alasannya berhubung dengan pokok perselisihan, menyidik somasi balasan.
  3. Dalam masalah perselisihan wacana menjalankan putusan.
  4. Jika dalam masalah tingkat pertama tidak dimasukkan somasi balasan, maka dalam tingkat banding dihentikan memajukan somasi balasan.

Sehubungan dengan somasi balsan ini, permohonan investigasi banding kepada pengadilan tinggi sanggup diajukan oleh pihak-pihak yang bersangkutan terhadapm putusan pengadilan negeri yang telah memutus masalah tersebut, baik untuk putusan dalam konpensi maupun dalam rekonpensi atau putusan dalam rekonpensi saja. Bagi somasi dalam rekonpensi yang ternyata secara tegas tidak dimintakan banding, maka putusan pengadilan negeri dalam rekonpensi tersebut tidak sanggup diubah lagi oleh pengadilan tinggi.

Manfaat somasi balik atau gugat rekonpensi bagi keduabelah pihak yang bersengketa yakni :
  • Menghemat ongkos perkara.
  • Mempermudah investigasi perkara.
  • Mempercepat penyelesaian sengketa.
  • Menghindarkan putusan yang saling bertentangan.

Semoga bermanfaat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Jawaban Tergugat, Gugat-Ginugat (Gugatan Rekonpensi), Dan Eksepsi"

Post a Comment