Suatu putusan hakim yang telah memiliki kekuatan aturan tetap, pada asasnya sanggup dijalankan atau dieksekusi. Pengecualiannya yakni apabila suatu putusan dijatuhkan dengan ketentuan sanggup dilaksanakan telebih dahulu, sesuai dengan pasal 180 H.I.R. Tidak semua putusan yang sudah memiliki kekuatan aturan tetap harus dijalankan, sebab yang perlu dilaksanakan hanyalah putusan-putusan yang bersifat condemnatoir, yaitu yang mengandung perintah kepada suatu pihak untuk melaksanakan suatu perbuatan.
Cara melaksanakan putusan hakim diatur dalam pasal 195 hingga dengan pasal 208 H.I.R. Putusan hakim dilaksanakan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang mula-mula memutus perkara tersebut. Pelaksanaan dimulai dengan menegur pihak yang kalah untuk dalam delapan hari memenuhi putusan tersebut dengan suka rela. Jika pihak yang dikalahkan itu tidak mau melaksanakan putusan itu dengan suka rela, maka barulah pelaksanaan yang sebenarnya dimulai.
Ada tiga macam eksekusi yang dikenal oleh Hukum Acara Perdata, yaitu :
- Eksekusi sebagaimana yang diatur dalam pasal 196 H.I.R dan seterusnya, di mana seseorang dieksekusi untuk membayar sejumlah uang.
- Eksekusi sebagaimana diatur dalam pasal 225 H.I.R, di mana seseorang dieksekusi untuk melaksanakan suatu perbuatan.
- Eksekusi Riil, yang dalam praktek banyak dilakukan akan tetapi tidak diatur dalam H.I.R.
Apabila sebelum putusan hakim dijatuhkan telah dilakukan dita jaminan, maka sita jaminan tersebut sesudah dinyatakan sah dan berharga, secara otomatis menjadi sita eksekutorial. Kemudian sanksi dlakukan dengan cara melelang barang-barang milik orang yang dikalahkan, sehingga mencukupi jumlah yang harus dibayar berdasarkan putusan hakim, ditambah dengan semua biaya sehubungan dengan pelaksanaan putusan tersebut. Dan kalau sebelumnya belum pernah dilakukan sita jaminan, maka sanksi dimulai dengan menyita barang-barang bergerak milik pihak yang dikalahkan, dan apabila diperkirakan masih tidak cukup, juga akan dilakukan penyitaan terhadap barang-barang tidak bergerak milik pihak yang dikalahkan sehingga cukup untuk memenuhi pembayaran sejumlah uang yang harus dibayar berdasarkan putusan beserta biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan putusan hakim tersebut. Penyitaan yang dilakukan sebagaimana tersebut di atas disebut sita eksekutorial.
Dalam Hukum Acara Perdata dikenal ada dua macam sita eksekutorial, yaitu :
- Sita eksekutorial sebagai kelanjutan dari sita jaminan.
- Sita eksekutorial yang dilakukan sehubungan dengan sanksi sebab sebelumnya tidak ada sita jaminan.
Di samping cara pelaksanaan putusan hakim yang tersebut di atas, ketentuan pasal 209 hingga dengan pasal 222 H.I.R sebenarnya juga mengatur perihal cara pelaksanaan putusan, khususnya perihal sandera. Akan tetapi pasal-pasal tersebut berdasarkan surat edaran Mahkamah Agung Nomor : 2/1964 tanggal 22 Januari 1964 juncto surat edaran Mahkamah Agung Nomor : 04/1975 tanggal 1 Desember 1975 telah dibekukan, artinya bahwa tidak diberlakukan dalam praktek. Hal ini sebab Mahkamah Agung beropini bahwa sandera bertentangan dengan salah satu sila dari falsafah Negara Indonesia, yaitu bertentangan dengan sila kedua dari Pancasila, Kemanusian yang adil dan beradab. Oleh jadinya melalui surat edarannya tersebut Mahkamah Agung melarang diberlakukannya penyanderaan.
Semoga bermanfaat...
0 Response to "Menjalankan Putusan Hakim (Eksekusi)"
Post a Comment