Etika Spinoza

Benedictus Baruch de Spinoza atau lebih dikenal dengan Spinoza menegaskan bahwa insan yaitu penggalan dari alam, apa yang dialami insan merupakan kejadian niscaya, dengan kepastian hukum-hukum ilmu ukur. Emosi-emosi dan kelakuan insan bukan sesuatu yang di luar hukum-hukum alam. Jiwa dan badan, roh dan tubuh yaitu sama. Manusia tidak sanggup menentukan tindakannya dengan bebas. lantaran tindakan yang dilakukan insan sebetulnya sama pasti dengan jatuhnya kerikil yang dilempar ke atas. Manusia hanya hanya merasa bebas lantaran tidak mengerti sebab-sebab tindakannya serta sebab-sebab yang menentukan mengapa insan menginginkan hal-hal tertentu dan memiliki motivasi-motivasi tertentu. 

Manusia tidak sanggup menentukan apa yang mau dan apa yang tidak mau dilakukan, insan juga tidak sanggup menentukan antara baik dan jahat. Oleh karenanya, Spinoza dengan konsekuen menyangkal kemungkinan untuk menilai suatu tindakan sebagai adil atau tidak adil, dosa atau jasa, penilaian-penilaian itu sendiri diberikan secara niscaya. 

Menurut Spinoza, sebuah etika yang ingin menganjurkan perubahan hidup tidak masuk nalar pada latar belakang determinisme. Yang mungkin yaitu adalah analisis terhadap terhadap tindakan, motivasi, keinginan, dan perasaan manusia. Lalu pertanyaannya yaitu etika tidak lebih dari itu ? Bukankah etika sekurang-kurangnya ingin menunjukkan bagaimana insan sanggup hidup dengan lebih baik, lebih berguna, lebih senang ? Apa gunanya mencari etika kecuali jikalau insan sanggup berubah ? 

Pertanyaan menyerupai itu mungkin tetap sulit dijawab. Situasi Spinoza menyerupai dengan Stoa. Stoa pun menurut pandangan deterministik, tetapi ia ingin menunjukkan bagaimana orang bijaksana sanggup hidup dengan lebih damai dan mantap. Dari Spinoza dituntut pemikiran yang cukup sulit, atas dasar determinisme total pikiran dan permuatan, insan menemukan kemungkinan bahwa insan sanggup saja meningkatkan mutu kehidupannya melalui usahanya sendiri.


Titik tolak pedoman Spinoza yaitu emosi. Menurut Spinoza setiap pengada indiviual, manusia, binatang, atau apapun secara hakiki berusaha untuk mempertahankan diri. Usaha tersebut disebut conatus, yaitu percobaan atau perjuangan dasar. Usaha dasar segenap pengada yaitu mempertahankan diri. Conatus identik dengan hakekat masing-masing pengada. Jadi, apapun yang ada berusaha untuk mempertahankan diri dan untuk meningkatkan kuasa kegiatannya. Usaha dasar itu bersifat dorongan. Dorongan perjuangan dasar dicerminkan dalam kesadaran kesadaran sebagai keinginan. Keinginan itu emosi paling dasar manusia. Apabila insan berada dalam proses peralihan keadaan yang lebih kuat, impian itu berupa nikmat. Sebaliknya, apabila peralihan keadaan ke keadaan lebih rendah tercermin sebagai perasaan murung atau sakit. Karena itulah, nikmat, perasaan sakit, dan impian yaitu tiga emosi dasar manusia.

Melalui etika-nya, Spinoza berusaha menjelaskan apa yang sebetulnya kita maksud apabila kita menilai sesuatu sebagai baik atau jahat. Baik yaitu segala macam nikmat serta apa yang menghasilkan perasaan nikmat. Jahat yaitu segala perasaan sakit, terutama apa yang menggagalkan impian kita. Mirip dengan ajaran naturalisme dan ajaran Epikuros, Spinoza menyampaikan bahwa yang baik adalah  apa yang kita inginkan dan yang jelek yaitu apa yang tidak kita inginkan. Menurut Spinoza emosi-emosi insan terdeterminasi, termasuk evaluasi ihwal yang baik dan yang buruk.

Spinoza membedakan emosi menjadi dua, yaitu emosi pasif dan emosi aktif. Sepintas semua emosi kelihatan pasif. Namun ada juga emosi yang aktif, yaitu emosi-emosi yang mengalir dari roh sejauh ia aktif. Semakin seseorang mengerti dan memahami kekerabatan logis antara idea-idea, semakin seseorang itu aktif atau tidak pasif. Emosi aktif hanya sanggup dihubungkan dengan impian dan nikmat, tetapi tidak dengan perasaan sakit. Emosi-emosi aktif itu menunjukkan diri sebagai kekuatan hati (fortitudo) dan sanggup dibagi ke dalam keberanian atau kebesaran hati (animositas) dan keluhuran (generositas). 

Etika Spinoza mengajarkan bahwa untuk mju secara moral, insan harus maju dalam pengertian. Manusia harus membentuk idea-idea yang sesuai dengan realitas dan jelas, sehingga pandangan insan menjadi benar. Kebenaran berarti insan memiliki idea-idea yang benar, termasuk ihwal diri insan sendiri. Kalau insan membiarkan dirinya dikuasai oleh emosi-emosi pasif, kita terhalang dari menerima idea-idea jelas. Mata hiti insan akan tertutup. Manusia mengerti, dan mengerti berarti mengatasi perasaan sakit. Pengertian yaitu jalan untuk kebahagiaan manusia, kebebasan dari belenggu emosi negatif.

Pengertian paling luhur yang dengannya nalar akal mencapai fungsinya yang tertinggi yaitu mengerti Allah lantaran tidak ada pengertian yang lebih luas dari pada pengertian akan Allah. Semakin insan mengerti Allah, semakin insan mencintainya. Karena itu, cinta intelektual kepada Allah yaitu puncak etika dan kebahagiaan manusia. Dalam Allah segala-galanya sanggup dilihat, dana insan melihatnya dalam keabadiannya. Cinta itu intelektual lantaran pada dasarnya yaitu pengertian. Tidak ada keduaan, tidak ada pertemuan dengan Allah, tidak ada persahabatan. Spinoza menegaskan bahwa mustahil menyampaikan bahwa Allah menyayangi manusia, lantaran Allah yaitu alam.

Semoga bermanfaat. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Etika Spinoza"

Post a Comment